Bumi adalah tempat tumbuh dan berkembangnya sebuah peradaban, di mana umat manusia berperan sebagai tokoh utamanya. Setiap detik, selalu ada peristiwa yang mewarnai kehidupan di muka bumi ini, baik peristiwa suka maupun duka, yang tentunya hal itu dapat memengaruhi proses tumbuh-kembangnya sebuah peradaban.
Namun, tahukah kamu bahwa, di balik dinamika peristiwa di muka bumi ini, begitu banyak orang yang ingin mengabarkannya pada dunia? Dewasa ini, begitu banyak media sosial yang memberi kemudahan kepada siapapun yang ingin menyebarkan informasi kepada publik, sehingga banyak pihak yang bisa mewartakan segala informasi yang dia kehendaki, baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun bentuk lainnya. Akan tetapi, tahukah kamu bahwa, di balik kemudahan tersebut, justru bisa menimbulkan dampak negatif. Terlebih, jika informasi yang dimuat oleh seseorang tersebut berkaitan dengan peristiwa sejarah.
Tak sedikit orang yang dengan bangga memberikan narasi historis tentang suatu peristiwa, padahal ia bukan ahli di bidang kesejarahan. Â Memang, hal itu merupakan bagian dari haknya, tetapi jika seseorang dengan seenaknya membuat histiriografi suatu peristiwa sejarah, tanpa melalui prosedur pengkajian yang ketat, tentu dikhawatirkan akan menimbulkan distorsi sejarah.
Dalam hal ini, prosedur pengkajian yang dimaksud ialah metode penelitian sejarah. Dalam melakukan histiriografi sejarah, seorang sejarawan diwajibkan mengikuti tahapan-tahapan penelitian yang telah ditentukan, dan tentunya wajib bersikap objektif. Lain halnya dengan orang-orang yang memberikan informasi mengenai suatu peristiwa sejarah sesuai kehendaknya, atau lebih di dominasi (mengutamakan) unsur subjektivitas.
Walaupun sebuah narasi historis tidak dapat dipastikan secara mutlak, setidaknya ia tidak menyalahi hakikat atau substansi suatu peristiwa tertentu, sehingga autentisitas historisnya dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi umat manusia di masa kini dan masa mendatang. Untuk mencapai titik ini, seorang sejarawan ataupun orang yang ingin menuliskan suatu peristiwa sejarah, diwajibkan menggunakan metode sejarah dalam upaya penulisannya.
Metode penelitian dalam ilmu sejarah, setidaknya memiliki empat tahapan utama, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:
Heuristik, ialah proses mencari dan mengumpulkan sumber sejarah, baik sumber benda, tertulis, ataupun sumber lisan. Dalam tahapan ini, seorang sejarawan maupun penulis umun, hendaknya memiliki kepekaan terhadap keberadaan sumber sejarah pada peristiwa yang dikaji. Untuk mempermudah proses pada tahapan selanjutnya (verifikasi), hendaknya bekerja secara maksimal dalam tahapan ini, di antaranya dengan mencari dan mengumpulkan sumber dari lingkungan yang dianggap sarat dengan peristiwa yang dikaji.
Kritik, ialah proses penilaian (verifikasi) sumber sejarah. Pada tahapan ini, penulis melakukan usaha keras untuk melakukan sebuah penilaian terhadap sumber yang telah ditemukan; menguji kelayakan, kredibilitas, dan keabsahan sumber sejarah. Tahapan kritik terbagi menjadi dua, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah penilaian yang dilakukan terhadap aspek luar (lahiriah) sebuah sumber. Sebagai contoh, jika hendak menggunakan sejarah lisan, kita harus memastikan apakah seorang tokoh yang hendak diwawancarai itu merupakan orang yang baik akalnya, jauh dari sifat bohong, tidak pelupa, relevan dengan objek kajian, dan lainnya. Sedangkan jika informasi yang hendak diperoleh itu dari sumber tertulis/ dokumen, kita harus memastikan bahwa jenis tinta, kertas, dan hal lain, sezaman dengan waktu terjadinya peristiwa tersebut. Kemudian, kritik intern merupakan penilaian yang dilakukan terhadap kebenaran atau keabsahan sumber sejarah dari segi materi atau informasi di dalamnya. Sebagai contoh, jika menggunakan sumber tertulis/ dokumen, kita bisa memulainya dengan memeriksa tanggal penulisannya, serta memeriksa substansi lain di dalamnya. Banyak para narator historis yang abai dan tidak melaui tahapan ini, bahkan cenderung tak mengetahuinya. Dan di sinilah gerbang distorsi historis terbuka lebar, sehingga memungkinkan timbulnya polemik di masyarakat.
Interpretasi, adalah proses penafsiran atau analisis pada informasi yang diperoleh. Pada tahapan ini, seorang sejarawan dituntut dapat memberikan penafsiran yang objektif dan kredibel. Walau unsur subjektifitas merupakan sebuah keniscayaan, tetapi mengurangi dominasinya bukanlah suatu hal yang mustahil, sehingga autentisitas peristiwa sejarah tak terelakkan. Proses ini perlu diperhatikan dengan baik, bahkan wajib dicermati. Hal yang perlu diingat juga bahwa, tulisan sejarah lahir berdasarkan data dan fakta yang telah dihimpun, bukan berdasarkan opini yang dipaksa melahirkan narasi sejarah, itu merupakan hal yang mustahil
Tahapan akhir dalam metode penelitian sejarah ialah historiografi. Historiografi merupakan proses penulisan (penyajian) peristiwa sejarah. Dalam tahapan ini, kiranya tak jauh berbeda dengan proses penulisan yang umum dilakukan. Tetapi, dalam kajian sejarah hendaknya dilakukan dengan mengikuti aturan penulisan yang baku, agar tampak lebih berbobot sehingga mampu meyakinkan para pembaca.
Tulisan ini saya buat sebagai bentuk kritik terhadap pihak yang seenaknya menuliskan sebuah peristiwa sejarah, tanpa melalui kajian yang ketat (metode sejarah), karena hal itu merupakan tindakan yang ilegal. Di sisi lain, saya sangat bahagia, karena upaya penulisan sebuah peristiwa (sejarah) yang dilakukan oleh khalayak, menjadi tolok ukur bukti kebangkitan intelektual dan kepedulian generasi masa kini. Tetapi, penulisan tersebut tentunya harus melalui tahapan yang telah ditentukan, agar karya yang dibuat dapat menambah khazanah intelektual bagi peradaban manusia, bukan malah menyesatkan umat manusia, karena deskripsi historis yang tidak mampu merekonstruksi peristiwa masa lalu dengan semestinya.
Semoga terdapat kebaikan dalam tulisan ini, sehingga dapat kita ambil manfaatnya. Dan semoga tulisan ini menjadi tolok ukur dalam upaya penulisan sebuah peristiwa, khususnya dalam upaya penulisan sejarah.