Pada Minggu, 22 Desember 2024, sekitar pukul 15.30 WIB, sebuah insiden penggeroyokan terjadi di jalur alternatif Puncak, Bogor. Pasangan suami istri, IH (34) dan istrinya V yang sedang hamil delapan minggu, menjadi korban setelah mobil mereka tidak sengaja menyenggol seseorang karena mencoba menghindari kendaraan mogok di jalan.
Setelah insiden tersebut, sekelompok pria yang berada di Lokasi langsung bereaksi. Mereka memukul mobil korban, yang memicu perdebatan antara V dan kerumunan tersebut. V keluar dari mobil untuk meluruskan situasi, namun justru menjadi sasaran pengeroyokan oleh beberapa orang suami V, IH, juga turun untuk melindungu istrinya dan mengalami pemukulan hingga terluka di wajah.
Kondisi V semakin memburuk setelah kejadian itu, dan ia mengalami stress berat yang berpotensi menyebabkan keguguran. Meskipun awalnya sempat ada mediasi di Polsek Megamendung dan kesepakatan damai dicapai , pasangan tersebut akhirnya memutuskan untuk melanjutkan laporan karena kondisi kesehatan V yang memburuk
Piolisi kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini, dengan dua pelaku sudah ditangkap dan satu masih buron. Motif pengeroyokan diduga terkait insiden kecil yang terjadi sebelumnya. Saat ini, pihak kepolisian masih menunggu hasil visum untuk memperkuat bukti hukum terkait penganiayaan yang dialami oleh korban.
Insiden ini tidak hanya menimbulkan trauma bagi korban tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan di masyarakat. Banyak orang merasa tidak aman Ketika berada di tempat umum setelah melihat kejadian tersebut. Hal ini menunjukkan perlunya tingkat kemaanan publik dan perlindungan terhadap individu.
Pengeroyokan terhadap seorang wanita hamil di jalur alternatif Puncak telah memicu keprihatinan di masyarakat. Telah insiden ini tidak hanya mencerminkan tindakan kekerasan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai aspek hukum, kode etik, dan moralitas
Aksi pengeroyokkan ini jelas melanggar hukum khususnya pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana, terutama karena korban adalah wanita hamil, yang seharusnya mendapatkan perlindungan lebih. Dari sudut pandang moral, pengeroyokkan terhadap wnaita hamil adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi dan bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Masyarakat seharusnya menolak segala bentuk kekerasan dan mendukung perlindungan terhadap individu yang rentan.
Insiden ini juga mengingatkan kita pada pentingnya Undang-undang No.23 Tahun 2007 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga. Undang -- undang ini bertujuan melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan , termasuk dalam situasi publik.
Kemudian ada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2024 bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan pemantauan dalam pelaksanaan pencegahan serta penanganan korban tindak pidana kekerasan, termasuk kekerasan di tempat umum. Peraturan ini menekankan pentingnya kerjasama antara berbagai lembaga pemerintah, Kementerian sosial, Kementerian dalam negeri, dan kepolisian, dalam menangani kasus-kasus kekerasan.
Peraturan ini juga menetapkan prosedur penanganan korban kekerasan, memastikan bahwa mereka mendapatkan akses ke layanan kesehatan, psikologis, dan perlindungan hukum yang memadai. Selain itu, masyarakat diajak untuk berperan aktif dalam melaporkan tindakan kekerasan yang mereka saksikan, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Penggeroyokan terhadap wanita hamil di jalur alternatif puncak adalah contoh nyata dari pelanggaran hukum, kode etik, dan moral yang harus disikapi dengan serius oleh masyarakat dan pemerintah. Tindaakn kekerasan seperti ini tidak hanya merugikan korban tetapi juga mencerminkan kondisi sosial yang perlu diperbaiki. Diperlukan Upaya bersama untuk menciptakan lingkuangan yang aman dan mendukung bagi semua individu, terutama mereka yang paling rentan.