Dalam konteks ini, konvensi kesusastraan dipandang sebagai institusi sosial yang mapan dan legitimate. Konvensi-konvensi ini bukan sekadar aturan arbitrer, melainkan norma yang harus dijaga dan dipertahankan keberlanjutannya dalam masyarakat.
2. Hubungan Pemodelan
Sastra berperan sebagai sistem pemodelan sekunder yang dibangun di atas sistem pemodelan primer bahasa. Hal ini menunjukkan bagaimana karya sastra menggunakan bahasa untuk menciptakan model-model realitas sosial yang lebih kompleks.
 3. Hubungan Pembentukan
Aspek ini merujuk pada bagaimana konvensi khusus dalam karya sastra berperan dalam membentuk dan mengekspresikan pandangan dunia atau struktur sosial. Karya sastra tidak hanya mencerminkan realitas sosial, tetapi juga berpartisipasi dalam pembentukan realitas tersebut.
 4. Hubungan Pembatasan
Konvensi-konvensi dalam produksi sastra dapat bertindak sebagai pembatas yang menentukan hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh diungkapkan dalam teks. Pemahaman terhadap pembatasan ini penting untuk mengungkap ideologi yang tersembunyi di balik sebuah karya.
 Hegemoni dan Otonomi Sastra
Konsep hegemoni dalam konteks sosiologi sastra memiliki dimensi yang kompleks, mencakup aspek ekonomi dan etis-politis. Penting untuk dipahami bahwa kesusastraan telah berkembang melampaui posisinya sebagai gejala sekunder yang bergantung pada infrastruktur masyarakat kelas. Kesusastraan kini dipahami sebagai kekuatan sosial, politik, dan kultural yang memiliki otonomi relatif, dengan sistem dan mekanismenya sendiri.
Signifikansi Kontemporer
Dalam konteks kontemporer, pemahaman terhadap sosiologi sastra menjadi semakin penting mengingat kompleksitas hubungan antara karya sastra dan masyarakat modern. Karya sastra tidak lagi dapat dipandang sebagai entitas yang terisolasi, melainkan sebagai bagian integral dari dinamika sosial-kultural yang lebih luas.