Mohon tunggu...
ALVYNA ROHMATIKA
ALVYNA ROHMATIKA Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sebagai penulis, saya adalah kreator yang menggabungkan kepekaan artistik dengan kecerdasan kata untuk menghidupkan ide-ide menjadi kisah-kisah yang mendalam. Melalui kata-kata, saya membentuk dunia imajinatif yang mengajak pembaca untuk merenung, merasakan, dan terhubung dengan berbagai emosi. Setiap tulisan saya mencerminkan dedikasi pada keindahan bahasa dan kekuatan narasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FILOLOGI: Legenda Dewi Kilisuci, Warisan Budaya yang Mengandung Pesan Moral

22 Agustus 2024   12:27 Diperbarui: 8 September 2024   06:37 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.linkedin.com/pulse/tokoh-dewi-kilisuci-dalam-cerita-panji-yang-tak-terganti-kandi-windoe

Oleh: Alvyna Rohmatika


Legenda Dewi Kilisuci: Warisan Budaya yang Mengandung Pesan Moral

Legenda Dewi Kilisuci merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang kaya akan makna dan fungsi sosial. Kisah ini, yang berasal dari daerah Kediri, Jawa Timur, tidak hanya menjadi cerita turun-temurun, tetapi juga memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat setempat.

Menurut teori fungsi William R. Bascom, sastra lisan seperti legenda Dewi Kilisuci memiliki empat fungsi utama dalam masyarakat. Pertama, sebagai bentuk hiburan. Kisah dramatis tentang Dewi Kilisuci yang harus menghadapi lamaran Lembu Sura, seorang pangeran berkepala lembu, menarik perhatian pendengarnya dan memberikan kesenangan tersendiri.

Kedua, legenda ini berperan dalam pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan. Salah satu contohnya adalah asal-usul upacara Larung Sajen yang dilakukan masyarakat di sekitar Gunung Kelud. Upacara ini dipercaya berawal dari persembahan yang dilakukan Prabu Brawijaya untuk meredam kemarahan Lembu Sura.

Ketiga, kisah Dewi Kilisuci sarat akan pesan moral yang dapat dijadikan bahan pendidikan. Di antaranya adalah nilai kasih sayang orang tua terhadap anak, pentingnya menepati janji, dan bahaya mencintai seseorang hanya berdasarkan penampilan fisik semata.

Terakhir, legenda ini berfungsi sebagai alat pengawas dan pemaksa norma masyarakat. Masyarakat di sekitar Gunung Kelud meyakini bahwa melaksanakan upacara Larung Sajen secara rutin dapat menjaga keselarasan alam dan mencegah meletusnya gunung tersebut.

Meskipun mengandung unsur-unsur yang tidak masuk akal seperti kekuatan sakti para tokohnya, legenda Dewi Kilisuci tetap relevan dalam kehidupan modern. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan warisan budaya seperti legenda Dewi Kilisuci. Dengan memahami dan mengapresiasi kekayaan budaya ini, kita tidak hanya menjaga identitas bangsa tetapi juga mewarisi kebijaksanaan leluhur yang masih relevan hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun