Beberapa hari yang lalu telah kita menyaksikan pengumuman anggota kabinet Jokowi Jilid II secara langsung di Istana Jakarta tepatnya  23 Oktober 2019.Â
Anggota kabinet yang diumumkan Jokowi berjumlah 34 orang dan diantara 34 orang itu terdapat  enam orang Jendra TNI dan POLRI yakni  (1) Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri kemaritiman dan investasi (2) Menteri Dalam Negeri : Mohammad Tito Karnavian, , (3) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama, (4) Kepala Staf ke Presidenan : Moeldoko,  (5) Terawan Agus Putranto:  Menteri Kesehatan, (6) Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Kenam menteri tersebut menggambarkan bahwa komposisi kabinet Jokowi dikategorikan sebagai representasi dari berbagai unsur yakni unsur partai, profesional, TNI, POLRI, dan pengusaha.
Kehadiran TNI dan POLRI dalam kabinet Jokowi secara tidak langsung ingin merefleksikan kembali tentang perjalanan politik bangsa ini yang tentu tidak terlepas dari peran dan kontribusi dari ke dua institusi ini.Â
Dalam teori politik, militer merupakan salah satu kekuatan politik yang mempunyai peranan penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa bahkan militer selalu diidentik dengan pembangunan nasional. Hal ini tergambarkan pada era kepemimpinan presiden Soeharto di mana militer sangat dominan menguasai sektor-sektor strategis dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.Â
Militer terlampau kuat menguasai sektor politik maka muncul anggapan sipil tidak mempunyai kemampuan mengelola negara. Stigma ini terbangun sehingga terjadi polarisasi antara militer dan sipil sebagai akibat adanya perbedaan pandangan politik tentang manejemen pengelolaan negara.
TNI dan Polri bergabung dalam pemerintahan Jokowi tidak saja ingin membangun kebersamaan sosial dengan cara membangun nilai soliditas  akan tetapi mengandung nilai kepentingan yang jauh lebih penting dari hal itu yaitu dalam rangka memperkuat ideologi Pancasila yang dapat dimaknai sebagai standar moral bangsa serta mengantisipasi muncul gerakan radikalisme di Indonesia yang cenderung muncul secara masif. TNI dan Polri merupakan bagian dari komponen bangsa yang ikut ambil bagian dalam menghadirkan berbagai perubahan sosial yang didapatkan bangsa ini.Â
Namun tak lupa pula pendekatan sosial yang dilakukan Militer di zaman Orde Baru lebih cenderung represif membuat masyarakat alergi terhadap Militer.
Jokowi memasukan Militer dan Polri dalam kabinetnya tidak hanya sekedar memenuhi kuota TNI dan POLRI akan tetapi kehadiran kedua institusi ini sebagai bentuk pengakuan secara sosial Jokowi terhadap eksistensi kedua lembaga tersebut. Sisi lain  ingin menghilangkan stigma polarisasi antara Militer dan sipil serta sebagai simbol keharmonisan politik antara Militer dan sipil.Â
Hal tersebut menggambarkan bahwa kekuatan Militer masih dibutuhkan oleh bangsa ini dan peranan mereka sangat penting untuk memastikan kesetabilan sosial baik untuk kepentingan keamanan bersifat internal maupun untuk kepentingan keamanan bersifat eksternal.Â
Dalam kaitan itu Militer dan sipil pada dasarnya memiliki perbedaan karakter terutama dari segi kelembagaan.Â
Sebagaimana dalam teori Herman Finer bahwasannya Militer dari sisi organisasi lebih teorganisasi dalam mengelola organisasi ketimbang sipil, memiliki sistem sentralisasi komando, organisasi bersifat hirarki, memiliki sifat disiplin yang kuat, sangat komunikatif, dan hubungan militer dengan negara lain sangat mengesankan.Â