* Mewarisi : mendapat harta pusaka, biasanya segenap ahli waris adalah mewarisi harta peninggalan pewarisnya.
* Proses pewarisan : dapat berarti penerusan atau penunjukkan para waris ketika pewaris masih hidup, dapat juga berarti pembagian harta waris setelah pewaris meninggal.
Proses pewarisan pasti ada syarat-syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Dalam syariah rukun dan syarat menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan. Adapun syarat-syarat yang wajib dipenuhi, pertama, matinya muwarrist (orang yang mewarisan); kedua, hidupnya ahli waris disaat kematian muwarrist; ketiga, tidak adanya penghalang mewarisi.
Hukum kewarisan mencakup siapa saja yang berhak dan pembagian harta waris serta harta peninggalan yang ditinggalka oleh pewaris. Kewarisan ini juga mengatur jika harta waris tidak diberikan dan bagaimana penyelesaiannya. Dari situlah kedudukan waris ini sangat penting sampai ada ilmu yang khusus mengenai waris ini yakni ilmu faraidh.
Hukum kewarisan Islam ini memiliki asas-asas diantaranya asas ijbari yang berarti memaksa, asas bilateral yakni warisan beralih melalui dua arah dari pihak keturunan laki-laki maupun garis keturunan perempuan, asas invidual yakni harta warisan dibagi untuk dimiliki secara pribadi, asas keadilan berimbang yakni keseimbangan antara hak dan kewajiban, asas kematian yakni peralihan harta seseorang kepada orang lain hanya berlaku setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia. Kemudian setelah mengetahui asas-asas kewarisan kita dapat mengetahui sebab-sebat kewarisan yang diantaranya: adanya hubungan kekeluargaan, adanya hubungan perkawinan, adanya kegiatan seseorang memerdekakan orang lain dari perbudakan (al-wala'), adanya hubungan agama. Adapun seseorang tidak bisa mendapatkan waris karena terhalang beberapa hal diantaranya: pembunuhan, berlainan agama, perbudakan.
Ahli waris atau orang yang di sebut ashabul furud adalah orang yang berhak mendapatkan harta waris yang ditinggalkan oleh pewaris. Adapun pembagiannya terdapat dalam surat an-Nisa ayat 11, 12, dan 176 dengan rincian. Pertama, yang mendapat bagian 1/2 yakni anak perempuan jika ia hanya sendiri, anak perempuan dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan, saudara perempuan seibu atau sebapak saja jika hanya ia hanya seorang saja, dan suami jika isterinya yang meninggal tidak meninggalkan anak. Kedua, yang mendapatkan bagian 1/3 yakni ibu jika yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu, dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan jika sendirian. Ketiga, yang mendapatkan bagian 1/4 yakni suami jika isterinya meninggal itu meninggalkan anak, isteri jika suami tidak meninggalkan anak. Keempat, yang mendapat bagian 1/6 yakni ibu jika beserta anak, bapak si mayat jika mempunyai anak laki-laki, nenek jika ibu tidak ada, cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, kakek jika beserta anak, saudara seibu baik laki-laki atau perempuan, saudara perempuan sebapak saja jika beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Kelima, yang mendapat bagian 1/8 yakni isteri jika meninggalkan anak. Keenam, yang mendapat bagian 2/3 yakni dua atau lebih anak perempuan jika tidak ada anak laki-laki, dua atau lebih anak perempuan dari anak laki-laki (cucu) jika anak perempuan tidak ada, saudara perempuan yang seibu sebapak, saudara perempuan sebapak.
Selain waris ada juga yang namanya wasiat, wasiat memiliki pengertian sebagai pemberian hak milik secara sukarela yang dilaksanakan setelah pemberinya meninggal dunia. Disyariatkan wasiat yakni yang bisa dimiliki atau harta yang bernilai baik berupa barang ataupun manfaat. Selama yang diwasiatkan tersebut memiliki wujud pada waktu orang yang mewasiatkan meninggal dunia maka orang yang diwasiatkan berhak sepenuhnya atas wasiat tersebut.
Dalam penjelasan mengenai pembagian harta waris , penulis berkeinginan pembaca dapat memahami secara jelas dan rinci. Hal ini dapat di lihat dari daftar isi yang padat dan dalam pembahasan isi buku ini setiap topik bahasan di beri penjelasan yang diharapkan pembaca dapat memahaminya dengan mudah. Di satu sisi penulis ingin memahamkan pembaca dengan berbagai macam penjelasan namun di sisi lain pembaca agak kebingungan karena penjelasan yang tertuang menggunakan bahasa yang kurang lugas atau kurang luwes sehingga pembaca kadang harus beberapa kali membaca supaya paham maksud dari penjelasan topik yang ada dalam buku ini. Mungkin masukan ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk cetakan selanjutnya supaya dapat memperbaiki. Hal ini penting karena hukum waris ini menyangkut pembagian harta dan kemaslahatan bagi umat islam.
Dapat ditarik kesimpulan proses pewarisan mempunyai banyak komponen, baik dari rukun dan syarat, asas-asas kewarisan, sebab dan penghalang waris, pembagian waris, serta wasiat. Ahli waris dapat memiliki harta waris jika memenuhi syarat dan rukun kewarisan serta tidak mempunyai penghalang waris. Dalam proses mewarisi, pewaris dapat mewarisi ketika sudah meninggal dengan meninggalkan harta miliknya. Dari itu semua dapat memunculkan sebuah hasrat untuk mengkaji ulang tentang hukum waris ini kemudian mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya hukum waris, tujuan itu ditunjukkan supaya masyarakat paham dan supaya tidak terjadinya kisruh saat pembagan harta waris. Salah satu tujuannya supaya terciptanya kondisi yang stabil ketika proses pembagian waris karena setiap masing-masing dari kita sudah mempunyai bekal ilmu kewarisan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H