Survei Data Kependudukan di Indonesia (SDKI) 2007 mengemukakan bahwa jumlah pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia pernikahan 19 tahun. Artinya, banyak sekali pasangan-pasangan muda atau remaja yang menikah. Namun perlu diketahui bahwa, pasangan remaja ini belum menerima informasi yang cukup tentang pernikahan maupun pengasuhan anak. Jika pasangan muda ini tidak bisa mengontrol emosi atau ego masing-masing, ini dapat berakibat perceraian atau pengasuhan kepada anak yang tidak maksimal.
Anak merupakan rejeki atau titipan dari Tuhan yang harus dijaga sebaik mungkin agar menjadi anak yang baik dan tentunya bermanfaat untuk sekitar. Tuhan memberikan anak kepada setiap orang tua yang telah siap dan mampu untuk  menjaga karunia tersebut. Jika orang tua atau ibu tengah mengandung, itu artinya Tuhan percaya bahwa orang tua itu sudah siap untuk merawat dan mendidik anak.
Adanya anak pun dapat mempererat ikatan antara suami dan istri, juga dapat memberikan kebahagian tersendiri bagi setiap pasangan. Pasalnya, orang tua pasti merindukan sosok buah hati dari darah daging mereka sendiri untuk nantinya dapat meneruskan perjuangan mereka.
Disamping banyaknya orang tua yang mengidam-idamkan sosok buah hati, tak sedikit juga orang tua yang tidak menginginkan. Kenapa bisa begitu?
Kehamilan yang tidak diinginkan merupakan kehamilan yang terjadi ketika orang tua sudah memiliki banyak anak dan mereka merasa sudah cukup dan tidak berencana menambah anak dengan cara KB, namun ternyata masih adanya "kebobolan" yang mengakibatkan hamil. Atau kehamilan yang salah, seperti kehamilan yang terjadi akibat tragedi pemerkosaan atau hamil di luar nikah. Atau bisa juga karena usia orang tua yang masih terlalu muda dan belum menginginkan kehadiran anak.
Adapun faktor-faktor lainnya yang menyebabkan KTD
- Psikis seorang perempuan yang masih belum siap untuk hamil. Ini biasa terjadi pada ibu muda yang pengetahuan tentang menikah dan memiliki anak itu kurang.
- Remaja yang kurang informasi (masih meyakini adanya mitos yang beredar di kalangan remaja, informasi yang disebarkan media kurang proporsional dalam menjelaskan seksualitas).
- Tidak diberikan informasi dan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang cukup kepada remaja sehingga mereka tidak memiliki ketrampilan dalam pengambilan keputusan yang tepat dan aman.
Perempuan saat mengalami kehamilan tidak diinginkan berpotensi mengalami depresi, ini akan berdampak tidak hanya membahayakan si ibu, namun juga janin yang dikandungnya. Bisa jadi janin tersebut dapat lahir namun dalam keadaan cacat, bisa juga meninggal dalam kandungan.
Menurut penelitian, apa yang dikatakan orang tua, janin yang berusia 1 bulan saja sudah dapat mendengar dan merasakan apa yang sedang dirasakan orang tuanya. Misalnya si ibu sedang telat menstruasi selama 1 bulan, kemudian ibu mengecek dengan "test pack", ternyata si ibu ini tengah hamil. Jika si ibu ini tidak siap, maka si ibu akan kaget dan bisa sampai stres, padahal kenaikan hormon stres  akan berpengaruh ke bayinya juga dan bahkan ketika anak masih di kandungan. Si ibu udah nggak mau lihat dan tidak mau tau, bahkan dia juga kesal sama anaknya, dia cuek aja melakukan hal-hal yang tidak seharusnya ibu hamil lakukan seperti minum alkohol dll, dari segi nutrisi, makanan yang diasup ibu hamil nggak sesuai kebutuhan. Alhasil, tumbuh kembang si calon bayi bisa nggak optimal.
Kemudian saat si ibu ini memberikan kabar kepada suaminya. Setelah si ayah tau, spontan ayah mengatakan "loh dek, kok hamil?".
Asal ayah bunda tau saja, perkataan ayah bunda yang seperti itu, janin sudah bisa mendengar dan merekamnya loh. Si janin tau bahwa kehadirannya tidak di inginkan. Itulah salah satu alasan saat bayi lahir dalam kondisi yang tidak sehat.
Ketika si ibu bahkan beserta pasangannya tidak menginginkan kehamilan itu, sebaiknya hal yang perlu dilakukan adalah adalah konseling dengan psikolog atau seseorang yang sudah ahli dala bidang tersebut. Tujuannya, agar mengetahui apa penyebab si ibu atau bahkan pasangan tidak menginginkan kehamilan itu. Kemudian, apa ada kebutuhan lain dari si calon ibu atau pasangan yang belum terwujudkan.