Akhir-akhir ini publik diramaikan oleh aksi mengangkat buku berwarna kuning kepada kepala Negara oleh seorang mahasiswa yang memiliki jabatan di dunia perpolitikan kampus di universitas ternama di Indonesia. Aksi ini mengundang banyak reaksi dari berbagai kalangan masyarakat dan netizen. Ada yang mengapresiasi aksi tersebut karena keberaniannya tetapi ada juga yang menyayangkan karena dianggap melakukan hal yang tidak sopan.
Berita- berita miringpun bertebaran seperti dugaan oknum terafiliasi dengan partai politik tertentu atau adanya kepentingan dibalik aksinya. Tidak ketinggalan beberapa politisi memanfaatkan momen tersebut dan mengimitasi aksi tersebut dengan mengeluarkan kartu merah tanpa memiliki maksud yang jelas. Perbincangan mengenai tantangan untuk meninjau langsung ke lapanganpun ramai di media sosial. Hal ini menimbulkan reaksi bagi para pengabdi yang berada di Papua untuk angkat bicara untuk berbicara kondisi di lapangan. Betapa luar biasa efek yang ditimbulkan hanya karena mengangkat sebuah buku berwarna kuning!
Tentu saja kritik merupakan salah satu jalur aspirasi masyarakat untuk mengemukakan opininya. Pemerintah yang anti kritik sangat membahayakan dan dapat timbul sebuah rezim otoriter. Kritik hanyalah sebuah omong kosong apabila tidak ada tawaran solusi. Sebelum mengkritik kita harus bisa mempertanggung jawabkan kritik tersebut. Sebuah solusi sederhana untuk permasalahan seperti di Indonesia timur adalah meningkatkan sumber daya manusianya. Pertanyaannya adakah mahasiswa yang mau bekerja setelah lulus ke Indonesia timur (khususnya lulusan univ ternama)?
Ironinya data membuktikan kepadatan Jakarta semakin meningkat seperti yang dapat dilihat dari tabel katadata.co.id. Jakarta seolah-olah seperti magnet menarik perhatian khususnya para fresh graduate. Jumlah penduduk ini belum termasuk mereka yang tinggal di indekos untuk bekerja dengan KTP yang berada di daerah luar DKI. Sehabis lulus, fresh graduate berbondong-bondong pergi ke kota besar untuk mengadu nasib karena disanalah terbuka banyak kesempatan untuk mengembangkan karir.
Faktor-faktor untuk memilih tempat bekerja dapat dilihat dari statistik  yang didapatkan dari dokumen Trace Study ITB 2017 yang melakukan survey terhadap angkatan ITB tahun 2010 yang telah lulus kuliah sekitar 3-4 tahun lalu. Dari data tersebut, dua faktor terbesar dalam pemilihan pekerjaan adalah adanya kesempatan pengembangan diri (55%), dan gaji (18%). Dapat disimpulkan banyaknya faktor memengaruhi dalam pemilihan tempat bekerja termasuk kedekatan lokasi pekerjaan dengan tempat tinggal.
Selamat bekerja kepada teman-teman mahasiswa, pertahankan idealisme hingga lulus. Jadilah role model dengan menjadi solusi sampai ke dunia pekerjaan kelak dan bawalah perubahan!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H