Mohon tunggu...
Benedicta Alvinta Prima
Benedicta Alvinta Prima Mohon Tunggu... Freelancer - Do my best

Berpengalaman sebagai jurnalis selama hampir 8 tahun. 5 tahun sebagai mahasiswa jurnalistik dan 3 tahun sebagai jurnalis di dua media yaitu internship Tempo.co dan wartawan Harian Kontan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Memahami Karakter New Media

25 Februari 2016   21:31 Diperbarui: 25 Februari 2016   21:41 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiVuOCFkJPLAhWBU44KHfRODaQQjB0IBg&url=http%3A%2F%2Fcse.wiki.nmc.org%2FDefining%2BNew%2BMedia&psig=AFQjCNG5l1qYoz-vCkaIKlZr9D-cOZmmbg&ust=1456496932746709"][/caption]Pada saat kita berbicara mengenai media biasanya hal-hal yang terlintas adalah media komunikasi seperti telepon dan industri televisi. Tak hanya itu, beberapa dari kita juga pasti membayangkan menonton sebuah film di bioskop atau menonton acara televisi pada sore hari bersama keluarga.  Media memang sangat dekat dengan keseharian kita. Namun apa yang kita pikirkan bila mendengar new media? Hal satu-satunya yang terlintas adalah internet. Melalui internet, kita dapat melakukan apapun. Menonton video streaming melalui youtube atau memberi kabar tentang peristiwa melalui sosial media.

Pada era transmedia, saat ini, kita melihat  bahwa  konten media  dapat ditemukan pada seluruh bentuk media.  Kita bisa saja menonton film melalui gadget yang kita miliki, tanpa harus pergi ke bioskop. Hal ini memaksa produser untuk menyadarinya dan bisa mengkolaborasikan hal ini. Saat ini kita juga mengalami batas yang kabur seiring dengan kemunculan citizen journalism, setiap orang bisa memproduksi berita dan menyebarkannya melalui internet tanpa harus menjadi seorang wartawan. Perubahan ini sering disebut perubahan dari audiens menjadi pengguna dan konsumen menjadi produsen.  Perubahan-perubahan ini lah yang sering disebut dengan era New Media.

Istilah new media ada sejak tahun 1980-an. Kata new dalam new media membawa makna sesuatu yang lebih baik dan terdengar menarik. New Media muncul dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas dan pendidikan, serta meningkatkan kreativitas serta jaringan komunikasi.  Dalam hal ini New Media tidak hanya terkait dengan teknologi yang baru. New Media muncul sebagai bagian dari perubahan perubahan sosial dan budaya. 

Istilah new media sebenarnya mengacu pada perubahan produksi media, distribusi dan penggunaannya. Perubahan yang dimaksud mencakup bidang teknologi, tekstual, konvensional dan budaya. Kita tidak pernah menyadarai bahwa sejak tahun 1980 muncul beberapa konsep mengenai new media. Berikut adalah beberapa karakteristik new media yang ditawarkan: digital, interactive,hypertextual, virtual, networked, dan simulated.

Digital

Dalam proses digital, data seperti suara dimasukkan menjadi sebuah angka. Data yang tersimpan dapat dikeluarkan dalam bentuk online, digital disks, atau memori yang bisa ditampilkan di sebuah layar, bahkan disebarluaskan atau dicetak lagi dalam bentuk fisik. Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem analog, yang penyimpanan data dilakukan dalam bentuk fisik juga. Dengan perkembangan saat ini, distribusi media dengan bentuk fisik mulai berkurang. Konsekuensi pergeseran ini adalah:

- teks media dipisahkan dari bentuk fisik mereka sebagai, buku, rol film, dll (Namun ini tidak berarti media digital bersifat 'immaterial'.)

- data dapat dikompresi ke dalam ruang yang sangat kecil;

- dapat diakses dengan kecepatan yang sangat tinggi dan dengan cara-cara non-linear;

- dapat dimanipulasi jauh lebih mudah daripada bentuk analog.

Jadi, digitalisasi membuat kita bisa menginput data dengan jumlah yang banyak, mengaksesnya dengan cepat dan bisa mengubah data tersebut dengan segera.

Interactivity

Interactivity menambahkan satu lagi karakteristik pada new media. Ketika media lama menawarkan pola konsumsi pasif, media baru menawarkan pola interactivity atau aktivitas interaktif.  Istilah interactivity menjelaskan ikatan pengguna media dengan teks media. Dalam konteks ini, interactivity  memungkinkan pengguna untuk bisa mengintervensi dan mengubah gambar atau teks yang mereka akses. Jadi audiens new media menjadi pengguna atau user, bukan lagi sekedar  penonton. User bisa dengan mudah membagikan identitas mereka atau bahkan menjalin komunikasi dengan user lain melalui e-mail.

Hypertextual

Hyper berasal dari bahasa yunani yang berarti di luar. Hypertext  berarti sebuah teks yang menyediakan jaringan atau link yang tersambung dengan teks yang ada di luar teks itu sendiri. Jadi, hypertext dapat diartikan sebagai sebuah jalan menuju data lainnya. Hypertext muncul karena esai milik Vannevar Bush yang berjudul As We May Think. Bush mengusulkan bahwa pengetahuan dan teknologi  dapat diterapkan pada manajemen pengetahuan pada otak manusia untuk menghasilkan metode penyimpanan dan pengambilan yang baru. Bush berargumen bahwa Pikiran manusia dioperasikan oleh asosiasi. Dengan satu item dalam genggaman nya, terkunci langsung ke berikutnya yang disarankan oleh asosiasi pikiran, berkaitan dengan beberapa rumit web trails dilakukan oleh sel-sel otak.

Networked

Pada akhir 1970 sampai tahun 1980, kaum kapitalis mengalami krisis yang disebabkan sistem produksi yang tersentral.  Krisis ini terjadi pada sistem produksi dengan komoditas yang seragam untuk konsumen yang besar. Hal ini menyebabkan perubahan pada industri media. Francoise Sabbah mengamati kecenderungan adanya new media melakukan desentralisasi produksi, diferensiasi produk dan segmentasi konsumen.  Hal ini berperan penting dalam membentuk jaringan. Semua orang pada akhirnya terhubung dengan jaringan yang luas bahkan jaringan global yang memungkinkan individu berkeliaran. Tak hanya itu, new media bahkan bisa diakses di mana pun dan kapan pun. Pada akhirnya, new media dilihat sebagai bentuk jaringan untuk massa yang membuat audiens bisa memperluas keterlibatan mereka di dalam media.

Virtual

Dunia virtual, ruang virtual, lingkungan virtual, objek virtual seringkali dibicarakan saat membahas new media. Memang banyak aplikasi dalam teknologi new media memproduksi virtualitas. Virtual merujuk pada sebuah tempat dimana invidu melakukan partisipasi dalam  bentuk komunikasi online dan mereka merasakan diri mereka sendiri di dalamnya. Hal ini dideskripsikan dengan istilah ‘kamu dimana ketika kamu berbicara di telepon’ atau ‘Sebuah ruangan ketika kamu sedang menelpon; bukan secara fisik sebenarnya kamu berada di suatu tempat atau orang lain di tempat mereka tetapi di antaranya”.

Simulated

Dipahami sebagai imitasi atau representasi. Simulasi dianggap sebagai salinan dari sesuatu yang asli. Namun, hal ini bukan berarti kita tertipu atau tidak. Dengan demikian, yang menarik dari simulasi adalah bukan tentang perbedaan antara simulasi atau konten nyata, tetapi lebih kepada material dan keberadaan yang nyata dari simulasi adalah bagian dari dunia nyata yang sudah direpresentasikan sepanjang sejarah seni dan media.

 

Karakter yang sudah dijabarkan di atas semakin menegaskan bahwa new media adalah media yang berbeda. Namun tidak semua karakter ini akan muncul pada semua contoh media baru. Berbicara mengena karakter ini tidak hanya berbicara tentang teknologi tetapi juga tentang budaya, pekerjaan dan hiburan yang ditentukan oleh kondisi ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, berbicara new media sebagai sebuah jaringan bukan hanya berbicara tentang teknologi dan pemancar siaran tetapi berbicara tentang deregulasi pasar media.

Membahas new media akan menjadi pembahasan yang sangat luas. Mulai dari apa itu new media hingga perdebatan kritis tentang new media yang berpengaruh pada lingkungan sosial kita. Benar atau tidak bahwa media akan mempengaruhi lingkungan budaya? Hal ini juga menjadi perdebatan antara Marshall McLuhan dan Raymond Williams. McLuhan melihat bagaimana teknologi baru mempengaruhi lingkungan budaya, sedangkan William menegaskan bahwa teknologi tidak akan mengubah lingkungan budaya maupun sosial. Tetapi melalui perdebatan ini, justru kita akan menemui hal-hal baru tentang new media.

 

 

 

 

Referensi:

Lister, M., et al., (ed)., 2009, New Media: A Critical Introduction, Second Edition, New York: Routledge.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun