Geopolitik dan Dampak Konflik Kawasan: Perang Rusia-Ukraina
Alvinnur SalsabilahÂ
Perang Rusia-Ukraina adalah salah satu konflik terbesar abad ke-21 yang berdampak luas pada geopolitik, ekonomi, dan keamanan internasional. Dimulai pada tahun 2014 dengan aneksasi Crimea oleh Rusia, konflik ini mencapai puncaknya pada Februari 2022 ketika Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina. Dengan eskalasi yang terus berlanjut hingga kini, perang ini telah memengaruhi stabilitas kawasan Eropa dan menciptakan konsekuensi global yang signifikan.Â
 Latar Belakang Konflik Â
Konflik Rusia-Ukraina berakar dari perubahan geopolitik pasca-Revolusi Dignitas di Ukraina, yang menggulingkan pemerintahan pro-Rusia di Kyiv. Rusia merespons dengan menganeksasi Crimea, yang memicu kecaman dari negara-negara Barat dan serangkaian sanksi ekonomi. Di saat yang sama, wilayah Donbas di Ukraina timur menjadi medan konflik antara pasukan Ukraina dan kelompok separatis yang didukung Rusia.Â
Pada Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer skala penuh ke Ukraina, mengklaim bahwa langkah tersebut diperlukan untuk "denazifikasi" dan perlindungan warga berbahasa Rusia. Langkah ini memicu respons keras dari negara-negara Barat, termasuk bantuan militer besar-besaran untuk Ukraina dan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia.Â
Dinamika Konflik Rusia-Ukraina dan Dampaknya terhadap Kebijakan Global
Konflik Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari dua tahun terus mengalami eskalasi, menimbulkan dampak yang meluas baik secara regional maupun global. Seiring dengan intensifikasi peperangan, negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) semakin terlibat dalam ketegangan ini. Salah satu perkembangan terkini adalah keputusan Presiden AS Joe Biden untuk mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatan AS untuk menyerang wilayah Rusia. Langkah ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Maria Butina, anggota parlemen Rusia, yang memperingatkan bahwa keputusan ini dapat memicu dimulainya Perang Dunia Ketiga. Seperti yang diungkapkan Butina dalam artikel CNBC Indonesia (2024), "Orang-orang ini, pemerintahan Biden, sedang mencoba meningkatkan situasi semaksimal mungkin selagi mereka masih berkuasa dan masih menjabat." Sebagai respons, banyak negara yang khawatir tentang potensi eskalasi yang lebih besar akibat intervensi ini.
Selain itu, Rusia juga terus memperburuk ketegangan dengan serangan-serangan besar terhadap Ukraina. Pada 17 November 2024, Rusia melancarkan serangan besar-besaran ke ibu kota Ukraina, Kyiv, dengan menembakkan lebih dari 120 rudal dan 90 pesawat nirawak. Serangan ini menambah beban Ukraina yang sudah mengalami kerusakan parah pada infrastruktur energi mereka, dengan Presiden Volodymyr Zelensky mengungkapkan bahwa setengah dari kapasitas produksi energi Ukraina telah hancur akibat serangan udara yang berkelanjutan. Menurut Zelensky dalam laporan CNBC Indonesia (2024), "Pengeboman udara Rusia yang tak henti-hentinya telah menghancurkan setengah dari kapasitas produksi energi Ukraina."
Persiapan Pertahanan Negara-negara NATO
Ketegangan yang terus meningkat ini mempengaruhi negara-negara NATO yang terletak lebih dekat dengan garis depan, seperti Polandia, Estonia, dan Latvia. Negara-negara ini telah memperkuat kesiapan pertahanan mereka, dengan fokus pada persiapan masyarakat sipil untuk menghadapi ancaman militer. Seperti yang dilaporkan dalam artikel Muhaimin (2024), ketiga negara tersebut kini mendorong warganya untuk mengikuti pelatihan militer dasar guna memperkuat ketahanan nasional mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mereka menyadari potensi ancaman langsung dari konflik yang sedang berlangsung di Ukraina dan ingin mempersiapkan rakyat mereka jika terjadi eskalasi yang lebih besar. Dalam laporan SINDOnews (2024), dijelaskan bahwa "negara-negara NATO ini semakin khawatir akan potensi ancaman yang bisa menyebar lebih jauh ke wilayah mereka, sehingga mereka mempersiapkan rakyat mereka dengan pelatihan militer."