Mohon tunggu...
M Alvin Noor Reza
M Alvin Noor Reza Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa

newbie dalam membuat artikel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pekerja Anak, Demi bertahan Hidup atau Hanya Eksploitasi?

18 November 2019   08:52 Diperbarui: 18 November 2019   09:00 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Anak, adalah generasi penerus dan tumpuan sebuah bangsa. Dimana masa depan suatu bangsa tergantung ditentukan dari generasi penerusnya, oleh karena itu Negara wajib menjamin hak-hak anak. Didalam Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja disebutkan pngertian anak yaitu: "Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun." Jadi seseorang yang dikategorikan dalam status anak-anak adalah yang belum atau dibawah umur 18 tahun. Tetapi apakah hak-hak mereka sudah terpenuhi ?. banyak anak-anak di Indonesia tidak mendapatkan hak-hak seperti pendidikan, kesehatan, perlndungan, dll. Banyak dari mereka menghabiskan waktu untuk bekerja. 

Faktor anak bekerja

 1.Faktor Ekonomi. 

2.Faktor Budaya/Tradisi/Kebiasaan

 3.Faktor Pendidikan. 

Terlepas dari faktor diatas, sebenarnya pekerja anak tidak selalu berkaitan dengan buruh kasar, ada juga orang tua yang memperkerjakan anaknya demi keuntungan sendiri, contohnya anak-anak yang berkiprah di bidang entertaiment, tidak sedikit dari mereka yang dipaksa untuk bekerja baik itu syuting dalam suatu sinema baik film atau sinetron, tampil menyanyi, menjadi model suatu produk, dll. Sebenarnya itu termasuk memperkerjakan anak, hanya saja cara tersebut tidak dapat dilihat secara langsung. Dan walaupun tidak semua anak-anak yag berkiprah di bidang entertaiment dipaksa, ada juga yang memang memiliki minat atau bakat di bidang tersebut bukan karena tuntutan orang tua

Peran Pemerintah

Kebanyakan pekerja anak adalah orang-orang yang tidak mampu secara ekonomi dan bertujuan bekerja hanya untuk bertahan hidup sehingga mengorbankan masa kecilnya untuk bekerja daripada sekolah. Pemerintah sudah mewajibkan sekolah selama 9 tahun dimana pembebasan biaya SPP, tetapi masih banyak anak-anak yang putus sekolah karena orang tua mereka berdalih meskipun biaya SPP dibebaskan mereka tetap harus memelbeli kebutuhan sekolah lainnya, walaupun sebenarnya sudah ada kartu indonesia pintar dimana pemerintah memberi bantuan kepada anak-anak yang tidak mampu untuk membeli keperluan sekolah.

Terlepas dari segala permasalahan diatas, seharusnya anak-anak dapat menghabiskan waktu dengan sekolah, bergaul dengan teman-temannya, mengasah bakatnya, serta mengembangkan minat dll. Anak itu adalah karunia Tuhan yang maha Esa, sepatutnya mereka di jaga dan tidak dieksploitasi. Kebanyakan dari mereka bekerja karena tuntutan untuk bertahan hidup, sampai -- sampai memutuskan putus sekolah atau juga mengorbankan waktu luangnya untuk membantu orang tua. 

Tetapi tidak sedikit orang tua yang memanfaatkan anak untuk dipekerjakan. Pemerintah sudah berupaya dengan berbagai cara untuk menanggulangi masalah anak terutama pendidikan, hanya saja mereka tidak mau memanfaatkan atau hanya memikirkan bagaimana cara untuk bertahan hidup hari itu saja, tidak memikirkan masa depannya. Mindset para orang tua seharsnya dirubah, dari bagaimana cara agar anak menghasilkan uang untuk bertahan hidup menjadi bagaimana mempersiapkan masa depan anak agar tidak bernasib seperti kedua orang tua mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun