Mohon tunggu...
Alvin Koloway
Alvin Koloway Mohon Tunggu... lainnya -

Freelance Translator Japanese-Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Wawancara yang Melekat

26 November 2013   09:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:40 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak lulus kuliah pada bulan September yang lalu, saya sudah mengirimkan puluhan lamaran kerja ke berbagai perusahaan dan lembaga pendidikan di Surabaya. Meliputi sekolah menengah atas, perhotelan, sampai dengan property agent.

Dari sekian banyak lamaran kerja tersebut, hanya tiga lamaran saja yang direspon untuk wawancara. Yaitu lamaran sebagai marketing properti di perusahaan property agent. Inilah saat pertama kalinya penulis menghadapi wawancara. Saya ingin menceritakan satu dari tiga pengalaman tersebut.

Sehari sebelum wawancara dilakukan, pihak perusahaan menghubungi saya supaya datang esok hariuntuk menghadapi psikotes dan dilanjutkan dengan tes wawancara. Sesuai peritntah, saya datang ke kantor tersebut esok harinya dan menemui pejabat yang bersangkutan guna mendapatkan psikotes serta wawancara.

Ketika membaca soal-soal psikotes, saya berpendapat bahwa perusahaan ingin mengenal lebih dalam kepribadian masing-masing marketing. Itu sebabnya pertanyaan yang diajukan ada yang diulang sampai beberapa kali. Contohnya, pertanyaan tentang hobi ditanyakan pada nomor satu, akan ditanyakan lagi pada nomor lima, delapan dan tiga belas. Begitu pula dengan pola hidup yang ditanyakan pada nomor dua, akan diulang pada nomor tiga, sebelas, dan lima belas. Begitulah seterusnya sampai dengan ujian selesai.

Tahap selanjutnya adalah wawancara. Pada tahap ini, saya mendapatkan palajaran bahwa wawancara dilakukan untuk mengetahui kesiapan mentalitas kandidat menghadapi persaingan bisnis perdagangan properti. Selain itu juga berfungsi untuk melihat kesiapan modal operasional saat mencari dan memasarkan objek properti (Meliputi rumah, tanah, apartemen, dl.). Mengingat seseorang  mareketing properti pemula harus siap bekerja dengan keadaan tanpa gaji selama beberapa bulan. Seorang dari tiga pewawancara mengatakan, “Di sini (Di perusahaan property Agent) tdiak ada gaji, tapi komisi. Jika Anda tidak bisa menjual rumah, berarti Anda tidak makan.”

Meskipun pada akhirnya saya gagal untuk bekerja sebagai marketing properti di perusahaan tersebut, ada kesimpulan yang diperoleh sepulang dari wawancara yang berlangsung selama kurang lebih satu jam itu.

Pertama adalah pentingnya pengalaman kerja di masa kuliah untuk mendukung seorang kandidat agar dipercaya membantu perusahaan. Dalam hal ini diterima di posisi yang diinginkan.

Yang kedua adalah kesiapan mental dan modal. Sebagai seorang marketing properti, mental seseorang diuji untuk menghadapi keadaan tanpa gaji selama beberapa bulan. Sedangkan ia harus megeluarkan modal untuk biaya operasional sehari-hari. Oleh sebab itu selama menjadi seorang mahasiswa, hendaknya gemar untuk menabung dan belajar berbisnis agar pengalaman kita terasah saat masuk dunia kerja. Terlebih sebagai marketing properti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun