Mohon tunggu...
Alvin Faiz
Alvin Faiz Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Bermain game

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siswa Cabut Asrama: Di sebabkan Apa?

29 Januari 2025   20:42 Diperbarui: 29 Januari 2025   20:42 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Cabut dari asrama adalah tindakan keluar dari lingkungan asrama tanpa memberitahu pembimbing atau pengurus asrama. Fenomena ini sering terjadi di kalangan siswa yang tinggal di asrama, baik di sekolah berasrama maupun pondok pesantren. Cabut merupakan salah satu bentuk pelanggaran aturan yang dapat berdampak negatif bagi siswa, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Bagi mereka yang cabut, biasanya akan diberikan sanksi sebagai bentuk hukuman atas tindakan mereka. Pemberian sanksi ini bertujuan untuk memberi efek jera agar siswa tidak mengulangi perbuatannya. Namun, sebagian dari mereka yang sudah terbiasa atau memiliki sifat pemberontak justru menganggap cabut sebagai sesuatu yang seru dan menantang untuk dilakukan. Bahkan, ada siswa yang menjadikan cabut sebagai rutinitas atau kebiasaan yang sulit dihentikan. Di sisi lain, ada juga sebagian siswa yang bertaubat setelah mendapatkan sanksi berat, menyadari bahwa tindakan mereka dapat merugikan diri sendiri dan masa depan mereka.

Cabut terjadi karena adanya niat dan dorongan tertentu. Niat cabut biasanya muncul karena berbagai alasan, seperti ingin menghindari pelajaran tertentu, merasa jenuh dengan suasana asrama, atau mendapatkan ajakan dari teman untuk keluar. Selain itu, dorongan dari faktor eksternal juga berperan penting, seperti tekanan akademik, hubungan yang kurang harmonis dengan guru atau teman, serta kurangnya pengawasan dari pihak asrama.

Jika niat untuk cabut sudah kuat, siswa akan berani melangkah lebih jauh dengan mencari cara agar bisa keluar tanpa ketahuan. Beberapa cara yang sering digunakan antara lain memanfaatkan jam kosong (jamkos), waktu istirahat, atau saat guru sedang sibuk memperhatikan siswa lain di dalam kelas. Beberapa siswa juga mencoba keluar dengan alasan tertentu, seperti izin ke kamar mandi atau berpura-pura sakit agar diizinkan keluar kelas. Celah-celah ini sering dimanfaatkan oleh siswa yang ingin kabur dari asrama atau sekolah.

Setelah berhasil keluar, siswa yang cabut biasanya akan pergi ke berbagai tempat, tergantung pada tujuan dan alasan mereka. Beberapa tempat yang sering dikunjungi siswa yang cabut antara lain warung makan, kafe, rental PlayStation (PS), warnet, pusat perbelanjaan, atau bahkan hanya sekadar berkeliling kota tanpa tujuan yang jelas. Ada juga siswa yang pulang ke rumah mereka jika tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Durasi cabut pun bervariasi, ada yang hanya keluar selama satu jam, tetapi ada juga yang sampai berjam-jam atau bahkan seharian penuh.

Siswa yang ketahuan cabut akan menerima sanksi setelah mereka kembali ke asrama. Sanksi yang diberikan bisa bermacam-macam, tergantung pada kebijakan sekolah atau asrama. Beberapa bentuk sanksi yang umum diberikan antara lain teguran lisan, surat peringatan, surat perjanjian yang harus ditandatangani oleh siswa, hingga pemanggilan orang tua. Dalam kasus yang lebih serius, seperti siswa yang sering cabut atau melakukan tindakan yang melanggar norma sosial saat cabut, skorsing atau bahkan dikeluarkan dari asrama bisa menjadi tindakan terakhir yang diberikan oleh pihak sekolah.

Pemanggilan orang tua merupakan sanksi yang cukup berat bagi siswa, karena hal ini menandakan bahwa tindakan mereka sudah masuk ke dalam kategori pelanggaran serius. Biasanya, siswa yang sudah dipanggil orang tua akan mendapatkan pengawasan lebih ketat dari sekolah maupun keluarga mereka. Hukuman ini diharapkan dapat membuat siswa menyadari kesalahan mereka dan tidak mengulanginya lagi di masa depan.

Tindakan cabut dari asrama dapat memberikan dampak jangka panjang bagi siswa. Jika tidak ditangani dengan baik, siswa yang sudah terbiasa cabut akan semakin sulit untuk diubah. Mereka mungkin merasa bahwa melanggar aturan adalah hal yang biasa dan tidak memiliki konsekuensi serius. Jika kebiasaan ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin siswa akan kehilangan minat terhadap sekolah, mengalami penurunan prestasi akademik, atau bahkan berhenti sekolah sama sekali.

Untuk mengatasi masalah ini, sekolah dapat memberikan bimbingan konseling kepada siswa yang sering cabut. Guru Bimbingan dan Konseling (BK) memiliki peran penting dalam membantu siswa memahami dampak negatif dari tindakan mereka serta mencari solusi yang lebih baik. Dengan pendekatan yang tepat, siswa dapat diarahkan untuk mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih positif. Selain itu, pihak sekolah juga dapat bekerja sama dengan orang tua untuk mengawasi dan memberikan dukungan kepada siswa agar mereka tidak lagi melakukan tindakan cabut.

Menurut para ahli, membolos sekolah merupakan tindakan siswa yang dengan sengaja tidak masuk sekolah tanpa izin atau keterangan yang jelas. Perilaku ini dikategorikan sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang dapat dilakukan secara individu atau berkelompok. Membolos atau cabut bukan hanya sekadar pelanggaran aturan, tetapi juga dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih dalam, seperti ketidaknyamanan di lingkungan sekolah, tekanan dari tugas akademik, atau masalah pribadi yang dihadapi siswa.

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan siswa cenderung membolos atau cabut dari asrama. Faktor pertama adalah tekanan ekonomi keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi rendah mungkin merasa kurang termotivasi untuk belajar, terutama jika mereka harus membantu orang tua dalam mencari nafkah. Faktor kedua adalah hubungan yang tidak menyenangkan dengan guru atau teman. Jika seorang siswa merasa tidak dihargai atau diperlakukan dengan buruk di sekolah, mereka mungkin memilih untuk menghindari lingkungan tersebut dengan cara membolos atau cabut. Faktor ketiga adalah pengaruh lingkungan. Jika seorang siswa berada dalam lingkungan yang kurang mendukung, seperti memiliki teman yang sering membolos, kemungkinan besar mereka akan terpengaruh dan ikut melakukan hal yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun