Mohon tunggu...
Alvina Putri Utami
Alvina Putri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sekilas tentang sejarah dan kehidupan sosial di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Buku "Asal Usul Perang Jawa, Pemberontakan Sepoy, dan Lukisan Raden Saleh" oleh Dr. Peter Carey

17 Juni 2022   08:27 Diperbarui: 17 Juni 2022   08:32 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Identitas Buku 

Judul                           : Asal Usul Perang Jawa, Pemberontakan Sepoy & Lukisan Raden Saleh

Penulis                       : Dr. Peter Carey

Penerbit                     : LKiS Yogyakarta

Tahun terbit             : 2004

Jumlah halaman     : xxxi + 214 halaman

Resensi Buku :

Sebagai permulaan, dalam buku ini disampaikan sejarah Kasultanan Yogyakarta. Setelah Pangeran Mangkubumi melawan Sunan Surakarta dan Belanda, beliau mempertahankan pemerintahan militer yang giat dan gesit. Mangkubumi secara sabar mengajukan keberatanya sambil memelihara harapan Kompeni Hindia Timur akan runtuh dengan sendirinya sehingga dia dapat menyatukan kembali Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sepeninggal Mangkubumi pada tahun 1792, Yogayakarta telah mapan menjadi negara yang makmur dan militer yang kuat di Jawa Tengah.

Namun, dengan naiknya Sultan Hamengkubuwana II banyak dikeluarkan kebijakan baru yang berlawanan dengan kebijakan ayahnya. Kebijakan tersebut antara lain adalah penggantian penasihat kerajaan dengan orang-orang baru yang kurang berpengalaman. Gaya pemerintahan Sultan Hamengkubuwana II juga dikenal kejam. Bahkan seorang Residen Belanda mengemukakan bahwa Sultan adalah orang yang angkuh dan hanya mau menang sendiri.

Pada bulan Juli 1808, Daendels mengumumkan keputusan mengenai "etiket dan upacara" yang secara radikal memberikan kekuasaan wakil-wakil bangsa Belanda atas tanah di Jawa. Pada bulan November 1810 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh pejabat tinggi Mancanegara Timur yakni Raden Rangga Prawiradirdja yang juga ipar Sultan. Pemberontakan itu dengan mudah dipatahkan Daendels. Namun, pemberontakan tersebut telah menandakan rasa tidak suka mereka terhadap pemerintahan Bangsa Eropa.

Pada tanggal 30 Desember 1810, Sultan dipaksa untuk menyerahkan pemerintahanya kepada anaknya dan juga dituntut membayar hampir setengah juta Gulden sebagai tebusan bagi pasukan Daendels. Kemudian pada Januari 1811, berdasarkan perjanjian-perjanjian baru, sejumlah wilayah-wilayah luas Kerajaan diserahkan pada Pemerintah Pusat serta berakhirnya pembayaran-pembayaran tahunan kepada penguasa-penguasa Jawa dan hilangnya kekuasaan mereka atas makam leluhur kerajaan dan para wali.  Masa jabatan Daendels meninggalkan kesan kegelisahan politik terutama di Keraton Yogyakarta. Selain itu, pembuangan Pangeran Natakusuma dan anak laki-lakinya juga sangat menyinggung perasaan Sultan tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun