Mohon tunggu...
Alfin Anwar
Alfin Anwar Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pengembangan Kurikulum

Menulis untuk belajar!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dimensi Politik dalam Pengembangan Kurikulum

5 September 2022   16:47 Diperbarui: 5 September 2022   16:50 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum dalam Pendidikan memegang peranan strategis dalam mewarnai kualitas output Pendidikan, hitam putihnya kualitas Pendidikan sungguh sangat ditentukan oleh eksistensi kurikulum tersebut. Belakangan ini Pendidikan Indonesia banyak disoroti terkait silih bergantinya kurikulum, banyak masyarakat yang menilai bahwa pergantian kurikulum tidak lepas dari ambisi politik rezim yang berkuasa agar mempunyai citra dan nilai positif bagi rakyatnya, dengan harapan kelompok politiknya akan terpilih kembali pada priode berikutnya. Tidak heran setiap Menteri Pendidikan yang di tunjuk oleh kepala pemerintahan akan selalu berusaha melakukan inovasi-inovasi agar bidang yang dikelola memberi nilai plus politik tersebut, Sehingga kurikulum menjadi salah satu sektor yang sangat menjanjikan.

Tidak hanya di Indonesia, perubahan kurikulum yang ada di berbagai negara memang tidak lepas dari kondisi politik yang sedang berlaku di negara terssebut. Mengutip pernyataan dari salah satu Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M. A. beliau mengungkapkan bahwa faktanya di beberapa negara besar seperti Amerika dan Jepang juga mengubah kurikulum dalam waktu singkat karena adanya pergolakan politik di negara-negara tersebut. "contohnya saja jepang, baru dua tahun pemerintah mengubah kurikulum hanya karena aspek politik. Jadi waktu itu terkait penjajahan jepang, konten dalam pelajaran sejarahnya ada yang dihilangkan dengan maksud agar generasi saat itu tetap memiliki nasionalisme dan kecintaan terhadap negaranya," katanya. "tidak ada satu pun kurikulum yang bebas dari pengaruh politik, itu sudah established dalam kurikulum. Begitu power politik itu berubah, maka akan berpengaruh juga pada kurikulum.". Sejalan dengan hal tersebut, Wiles Bondi (dalam sudrajat, 2008) dalam bukunya "Curriculum Development: A Guide to Practice" turut menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan kurikulum dan dimensi politik adalah dua hal yang saling beriringan dan sulit untuk dipisahkan.

Perjalanan perubahan kurikulum di Indonesia sendiri banyak dipengaruhi oleh perubahan politik, beberapa diantaranya adalah Kurikulum 1964 yang disusun untuk meniadakan Manipol-Usdek, kurikulum 1975 yang digunakan untuk memasukkan Pendidikan Moral Pancasila, dan kurikulum 1984 yang digunakan untuk memasukkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Perubahan tersebut adalah contoh konsekuensi logis dari terjadinya perubahan system politik di Indonesia.

Namun terlepas dari berbagai anggapan negatif tentang politisasi perubahan kurikulum, dimensi politik dalam pengembangan kurikulum nyatanya sangat diperlukan dalam terwujudnya persatuan dan kesatuan sebuah bangsa. kontrol negara terhadap Pendidikan melalui diktasi kurikulum adalah instrument penting untuk mengikat rakyat agar tetap berada pada nilai, falsafah, dan tujuan bangsa. sehingga pengembangan kurikulum melalui pendekatan politik disisi lain merupakan sebuah jalan yang harus di tempuh. Hal ini semakin tidak terhindarkan karena keberadaan dan perkembangan institusi Pendidikan tidak lepas dari dinamika sosial politik, disisi lain para pengelola Lembaga Pendidikan pada dasarnya juga adalah para politisi yang senantiasa dihadapkan pada dinamika internal maupun eksternal. Dimensi politik bagi pengembangan kurikulum nasional juga berfungsi untuk menyamaratakan standarisasi kualitas Pendidikan secara nasional, terlebih negara Indonesia memiliki tingkat geografis yang berbeda-beda antar daerahnya, maka standarisasi kualitas Pendidikan harus dilakukan dalam rangka keadilan dan kesetaraan kualitas Pendidikan diseluruh Indonesia.

Lantas apakah perubahan kurikulum nasional di Indonesia harus terus berubah, dan bagaimana dampaknya terhadap Pendidikan?. Menurut Imam Machali dan Ara Hidayat (2016: 429), perkembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya tantangan dan tuntutan perkembangan zaman, sehingga dibutuhkan penyempurnaan pola tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan materi secara terus menerus. Di Indonesia sendiri saat ini tengah menghadapi tantangan Bonus Demografi dimana pertumbuhan penduduk usia produktif akan mencapai 70% di tahun 2020-2035, sehingga dibutuhkan pengelolaan Pendidikan yang tepat, cermat dan tanggap agar SDM usia produktif dapat menjadi asset pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun, jika potensi ini tidak secara cepat dan tepat ditangani maka bonus demografi malah akan menjadi beban demografi bagi negara di kemudian hari. Sehingga pengembangan kurikulum yang terus berkesesuaian dengan kebutuhan zaman diharapkan dapat mentransformasikan SDM Indonesia menjadi asset pembangunan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun