Mohon tunggu...
Alvina dwi Hasanah
Alvina dwi Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sebagai Mahasiswa di UIN KHAS Jember

Suka membaca karya-karya sastra dan ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Oversharing Berujung Ghibah, Apakah Boleh?

28 Juni 2024   09:06 Diperbarui: 28 Juni 2024   09:53 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa manusia memiliki kepribadian yang mudah akrab dengan orang lain dan ada pula yang sulit untuk akrab dengan orang lain, biasa yang kita sebut di zaman sekarang dengan istilah Extrovert dan Introvert. Dua kepribadian ini memiliki sisi positif dan negative yang sama, jika seorang berpekribadian extrovert, maka dia orang yang mudah bergaul dan suka mencoba hal-hal baru. Jika seorang tersebut introvert, maka dia senang dengan ketenangan dan hidupnya terhindar dari oversharing atau bisa disebut dengan bercerita yang terlalu berlebihan. 

Nah, biasanya oversharing ini lebih sering di lakukan oleh manusia-manusia berkepribadian extrovert karena latar belakang mereka yang memang senang berbicara dan mudah akrab dengan orang lain. Hal ini menjadi pembicaraan mengenai seseorang yang oversharing bisa saja berujung dengan ghibah, lalu bagaimana kita menyikapi hal ini, akankah sama ganjaran yang didapatkan jika ghibah tersebut melalui jalur oversharing? Pambahasannya sebagai berikut

Oversharing atau berkomunikasi bisa juga bercerita secara berlebihan terkadang dialami oleh beberapa orang ekstrovert, sebab kepribadian mereka yang senang dengan hal baru serta excited terhadap suatu hal membuatnya menjadi semangat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Namun terkadang tidak terasa pembahasan yang dibawakan semakin bertambah kemana-mana, hingga membicarakan orang lain yang bersangkut paut dengan pembahasan yang dibawakan. Hal ini selaras dengan sabda Nabi SAW. Dalam hadis riwayat Tirmidzi:

: : " " : : " "

"Dari Abu Hurairah ia berkata, Ditatanyakan kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, apakah ghibah itu?" beliau menjawab, "Kamu menyebutkan tentang temanmu dengan sesuatu yang ia benci." Ia bertanya lagi, "Bagaimana sekiranya apa yang kukatakan memang benar?" Beliau menjawab, "Jika memang apa yang kamu katakan itu benar, maka sungguh kamu telah menggibahnya, namun jika apa yang kamu katakan itu tidak benar, maka sungguh kamu telah berdusta."

Menurut Yusuf al-Qardhawi, Ghibah adalah suatu keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan, serta kehormatan orang lain sedangkan orang tersebut tidak ada di hadapannya. Dari hadis yang telah disebutkan diatas melahirkan berbagai pertanyaan mengenai ghibah, yakni definisi dari ghibah itu sendiri. Sependek keilmuan penulis, pengertian ghibah adalah membicarakan orang lain tanpa tahu bahwa dirinya (orang lain tersebut) dibicarakan, atau yang biasa dikatakan dengan menggunjing. Matan hadis diatas berisi dua macam Tindakan yang sama-sama mengarah pada gibah, namun jika yang dibicarakan itu kebenaran maka hal yang dilakukannya adalah ghibah, dan jika itu tidak benar maka dosa yang dipikul adalah dusta. Dusta disini bisa saja mengarah kepada hal yang merugikan orang yang dibicarakan hingga paling fatalnya adalah menimbulkan fitnah. Seperti dalam Qur'an surat Al-Hujurat ayat 12:

"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya Sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima tobat lagi maha penyayang"

Dari Al-Qur'an yang telah dijelaskan barusan bentuk Ghibah diibaratkan seperti "memakan daging saudara sendiri", yang berarti jika pengibaratan ghibah sampai se-dalam itu, maka Allah menurunkan larangan untuk berghibah tidak main-main. Hingga pada akhir ayat disebutkan bahwasannya orang-orang yang melakukan ghibah untuk senantiasa bertaubat dan bertakwa kepada Allah SWT. Karena dampaknya sampai bisa dirasakan orang lain. Maka dari itu jika terdapat anjuran langsung dari Allah SWT. Untuk bertaubat apabila 'memakan daging saudara sendiri' bisa dirasakan bahwa ini bentuk larangan langsung dari Allah SWT. Kepada hambanya dan sebagai bentuk kehati-hatian dalam berbicara.

Dari hadis yang dikuatkan oleh Al-Qur'an tadi dapat dilihat bahwasannya untuk bercerita ataupun berbagi pengalaman hidup dengan orang lain, hendaknya lebih hati-hati karena jika pembicaraan mengarah kepada membicarakan orang lain dapat menjadi Ghibah dan hukum Ghibah itu sendiri Haram karena bisa merugikan bagi orang lain. Wallahua'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun