Di Indonesia, praktik suap-menyuap telah dianggap sebagai hal yang lumrah terjadi di setiap lapisan masyarakat hingga aneh rasanya jika seseorang tidak melakukan suap untuk memudahkan urusannya. Lalu, apa definisi suap? dan mengapa hal ini dilarang dalam agama Islam?Â
Suap dalam bahasa Arab adalah risywah yang berarti upah, hadiah, atau komisi. Sedangkan menurut Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap, suap didefenisikan sebagai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajiban yang menyangkut kepentingan umum.
Dalam bentuknya, suap tidak hanya terjadi dalam ranah hukum tetapi juga dalam aspek sosial kehidupan. Seseorang yang ingin memudahkan urusannya atau mencapai sesuatu tanpa mengotori tangan mereka akan meminta tolong orang lain dengan cara menyuap mereka. Banyak sekali perilaku suap-menyuap yang terjadi dikalangan masyarakat seperti: seseorang akan memberi uang kepada pihak penegak hukum agar meniadakan atau meringankan hukumannya, para pelajar yang menginginkan kuliah di perguruan tinggi tertentu dan tidak diterima disemua jalur penerimaan kuliah akan "membeli kursi" dengan harga yang sangat mahal agar bisa masuk ke kampus impiannya, juga banyak sekali orang-orang yang menyuap para petugas dan pejabat agar dimudahkan urusannya. Karena itu, suap kemudian dikenal sebagai uang sogok, pelicin, dan lain sebagainya.
Islam sendiri telah melarang perbuatan suap-menyuap karena termasuk perbuatan yang tercela. Rasulullah dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Daud menjelaskan bahwasannya beliau melaknat orang-orang yang melakukan perbuatan suap-menyuap.
Artinya: "Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Al Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin 'Amru ia berkata, "Rasulullah saw. melaknat orang yang memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya." (H.R Â Abu Daud No. 3580)
Hadis tersebut menganjurkan kepada seluruh umat muslim untuk tidak melakukan perbuatan suap karena hal ini termasuk dosa besar yang dilaknat oleh Allah SWT. Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi:
Artinya: "Janganlah sebagian kalian memakan harta sebahagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil dan janganlah kalian membawa urusan harta itu kepada Hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kalian mengetahui." (Q.S Al-Baqarah, 2: 188)
Ayat diatas menjelaskan bahwasannya memakan harta orang lain termasuk perbuatan yang bathil. Dalam hal ini, memakan harta orang lain dengan cara yang bathil salah satunya adalah dengan perbuatan suap-menyuap karena adanya ketidakikhlasan atau keinginan timbal balik seorang pemberi kepada penerima suatu harta yang seharusnya ketika seseorang memberikan hadiah kepada orang lain dengan ikhlas dan tidak mengharapkan sesuatu dari penerima.
Praktik suap-menyuap yang sekarang marak terjadi dimana-mana telah ada sejak dahulu. Suap sejatinya merugikan banyak pihak karena tidak adanya keadilan yang ditegakkan. Orang-orang yang memiliki harta akan dimudahkan untuk melakukan sesuatu. Orang-orang bersalah yang memiliki harta dan kekuasaan tentu saja akan mudah melewati hukuman karena mereka akan menyuruh hakim dan pejabat hukum untuk memudahkan atau meniadakan hukuman mereka dengan memberi uang sogokan, sedangkan orang-orang yang tidak bersalah akan dikenai pelanggaran karena mereka tidak dapat memberi sogokan dan tidak memiliki kekuasaan untuk membela kebenarannya. Hal seperti inilah yang menyebabkan kedzaliman dikalangan masyarakat karena orang akan memudahkan orang lain jika mereka diberi imbalan.
Perilaku yang sudah membudaya dan lumrah dilakukan di masyarakat ini sebenarnya bisa diatasi jika salah satu pihak tidak terhasut untuk melakukan suap, karena praktik suap-menyuap memerlukan kompromi dari kedua belah pihak yang bersangkutan.Â
Sudah sepantasnya kita sebagai umat muslim dan warga Negara Indonesia yang baik untuk menegakkan keadilan dan tidak melakukan perbuatan tercela seperti suap-menyuap. Perilaku ini dapat dimulai dengan membenahi diri kita seperti mematuhi undang-undang yang ada di  Indonesia dan tidak memberikan uang sogokan ketika berurusan dengan hukum atau ketika kita ingin memudahkan suatu urusan dengan orang lain.Â