"Sangat berlebihan. Jadi 300 fakultas kedokteran itu sangat-sangat berlebihan," Begitulah tanggapan dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi. Program Kerja yang ditawarkan oleh Prabowo Subianto sebagai calon presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia pada saat itu sempat menarik perhatian dunia kesehatan Indonesia. Bagaimana tidak? jurusan kesehatan tersebut rencana akan dibuka sebanyak 300 buah di Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke.
"Mengapa saya mengatakan hal tersebut sebelumnya? Yang menjadi perhatian yang belum diungkap saat berbicara tentang kebutuhan FK, menurut saya, masyarakat seharusnya sudah menyadari bahwa masalah utama dalam pendidikan kedokteran adalah biaya yang tinggi," jelasnya. Dengan begitu, Adib menganggap bahwa masalah utama adalah biaya kuliah kedokteran yang tinggi harus menjadi fokus intervensi pemerintah. Dia menambahkan, jika dibuka 300 FK tanpa memperhitungkan regulasi, maka dikhawatirkan akan terjadi peningkatan jumlah dokter yang menganggur.
Meskipun demikian, kekurangan dokter di negara ini menjadi keprihatinan bagi Bapak Prabowo Subianto. Prabowo mengungkapkan bahwa pembangunan fakultas kedokteran dilakukan untuk mengatasi kekurangan tenaga medis di dalam negeri. Dia menjelaskan bahwa Indonesia masih kekurangan 140.000 dokter. "Kami akan segera bertindak untuk mengatasi kekurangan dokter di Indonesia. Kekurangan 140.000 dokter akan segera kita tangani," kata Prabowo.
Keresahan dan solusi yang sama juga sempat menjadi bahan perbincangan dari seorang influencer asal Indonesia, dr. Tirta, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan juga seorang tenaga kesehatan. Pada salah satu podcast yang beliau hadiri, beliau menyampaikan terkait kurangnya dokter di Indonesia yang didasari oleh minimnya Fakultas Kedokteran di Indonesia. Hal tersebut bisa terjadi karena mayoritas Fakultas Kedokteran hanya dibuka di kota kota besar saja seperti Surabaya, Semarang, Surakarta, Makassar, Depok, Jakarta, Malang, dan seterusnya.
Dari masalah itu juga, kekurangan dokter di Indonesia menyebabkan domino effect yang merembet ke permasalahan yang lain. Seperti kurangnya tenaga kesehatan di daerah 3T dan juga kurangnya apresiasi terhadap tenaga kesehatan. Solusi yang ditawarkan oleh dr. Tirta pada saat itu kurang lebih sama seperti yang dikatakan oleh bapak Prabowo Subianto, yakni memperbanyak Fakultas Kedokteran dan juga mulai menimbang biaya pendidikan para calon dokter. Dengan begitu, akan bermunculan bibit-bibit unggul putra daerah yang kompeten untuk menjadi penyokong kualitas kesehatan daerah masing-masing dan menutupi kekurangan dokter yang sudah terjadi.
Apakah hal tersebut dapat terjadi? Mungkin saja terjadi mengingat adanya peningkatan terhadap jumlah mahasiswa kedokteran tiap tahun pada setiap kampus. Hal ini mengindikasikan bahwa sudah mulai banyak para pelajar yang kompeten, intelek, dan mumpuni untuk mengemban tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam peperangan melawan buruknya kualitas kesehatan pada Negeri kita tercinta, Negara Republik Kesatuan Indonesia. Tidak hanya itu, peningkatan jumlah mahasiswa yang terjadi juga mengindikasikan bahwa mengenyam pendidikan pada fakultas kedokteran sudah bisa dinikmati oleh khalayak umum, terlebih lagi warga negara Indonesia itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H