Jakarta kota metropolitan, siapa yang tidak tahu ataupun belum pernah mendengar nama kota tersebut? Jakarta merupakan ibu kota Negara Indonesia, pada zaman Belanda dahulu kala dikenal dengan nama Sunda Kelapa ataupun Batavia. Kota Jakarta memiliki luas 661,52 (lautan 6.977,) dengan penduduk berjumlah sekitar 12 juta jiwa, dan sekaligus merupakan kota metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekertariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni bandara Soekarno Hatta dan bandara Halim Perdanakusuma serta satu pelabuhan laut di Tanjung Priok.
Jakarta sebagai kota pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, dan juga merupakan tempat berdirinya kantor-kantor pusat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Tak heran kalau banyak orang Indonesia yang berbondong-bondong dari berbagai pelosok daerah untuk hijrah ke Jakarta, sehingga kota ini dihuni oleh manusia multi kultur dan multi status sosial, juga memiliki beragam jenis masyarakat baik dari macam ras, suku, agama, bahkan warga negara asing, dan juga dari kalangan atas eseperti pejabat pemerintah, pengusaha kaya, artis hingga tukang bajai, tukang ojek, supir taksi, supir bus, buruh, pekerja kantor, kuli bangunan,maling dan bahkan bandar narkoba pun ada. “Jangankan mencari surga dunia, neraka dunia pun ada” begitulah kira-kira kehidupan di Kota Jakarta ini.
Kerasnya kota metropolitan, tak menjadi halangan bagi Pak Rosandi atau biasa dipanggil Pak Ucok ini untuk bertahan hidup di Jakarta. Pada tahun 1987 beliau yang berasal dari Kudus Jawa Tengah ini memilih untuk hijrah ke Jakarta untuk mengadu nasib. Ketika itu beliau masih berusia 24 tahun, karena tidak memiliki keahlian khusus, Ia hanya bisa bekerja menjadi kuli bangunan.
Pekerjaan yang didapatkannya sebagai kuli bagunan bukan menjadi halangan baginya untuk mencapai kesuksesan, dan tak membuat luntur semangat mudanya yang tinggi untuk mencari uang, beliau terus bekerja dengan kemauan yang kuat, kegigihan dan teliti untuk terus maju. Menjadi kuli bangunan bukanlah perkara mudah, Ia bekerja melawan teriknya matahari dan derasnya hujan, meski begitu beliau terus bekerja keras untuk bertahan hidup. Pak Rosandi adalah sosok orang yang pekerja keras sejak dari usia mudanya, dan Ia selalu menyisihkan sebagian hasil jerih payahnya bekerja dengan cara menabung untuk masa depan yang akan datang.
Pada tahun 1993 saat itu beliau telah menyelesaikan suatu proyek pekerjaannya sebagai kuli bangunan, dan mendapatkan gaji yang cukup besar dan Ia memutuskan untuk menikah dengan Ibu Rustina yang dikenalnya saat Ia ditugaskan di Jakarta. Membentuk suatu keluarga sederhana di Jakarta dan tinggal di rumah kontrakan yang kecil. Setelah satu tahun kemudian Pak Rosandi mendapatkan tawaran pekerjaan di Medan, Sumatra Utara sebagai mandor bangunan yang bertugas mengkoordinasi anggotanya untuk suatu proyek besar, dan ini merupakan suatu peluang emas baginya agar bisa memperbaiki kehidupan lebih baik lagi, menjadi mandor disuatu proyek besar pertama kalinya.
Beliau memutuskan dengan terpaksa untuk meninggalkan sang istri dan buah hatinya yang baru lahir berusia tiga bulan di Jakarta. Selama tiga tahun mencari nafkah untuk keluarga di kota Medan, terkadang Ia merasa rindu kepada istri dan buah hatinya yang masih bayi bernama Tiyar. “Saat bapak bekerja jauh di Medan dan jarang pulang saya bekerja dagang kue dan menjual berbagai jenis makanan untuk menambah pendapatan memenuhi keperluan-keperluan susu, bubur, vitamin untuk si bayi, selagi bisa usaha saya lakukan untuk sang buah hati” begitulah ujar Bu Rustina (istri Pak Rosandi).
Tahun demi tahun telah dilalui oleh keluarga Pak Rosandi dengan segala cobaan dan pengorbanan, beliau pun masih bekerja di bidang pembangunan proyek sebagai mandor. Saat menjadi mandor itu, Ia merasakan kesuksesan yang telah diimpikannya selama ini, namun sayang tak lama setelah itu, tepatnya pada tahun 1998 saat krisis ekonomi Indonesia, beliau diberhentikan dari pekerjaan bersama anggota lainnya bahkan tidak diberi gaji. Proyek pembangunan berhenti keseluruhan akibat harga material bangunan yang mahal dan tak mampu menggaji pekerja bangunan. Akibat krisis ekonomi 1998 sungguh banyak dirasakan oleh rakyat Indonesia terutama Pak Rosandi dan keluarganya, sehingga menyebabkan beliau menjadi pengangguran, memaksanya untuk harus pulang ke Jakarta dan hidup dengan pendapatan yang minim.
Beberapa tahun kemudian, Pak Rosandi memulai karir baru masih dibidang pembangunan, tetapi hanya untuk merenovasi rumah dan perumahan kecil-kecilan, tak sebesar di proyek dulu. Ia dan keluarga terpaksa mengontrak rumah yang lebih murah dan pindah dari rumah satu ke rumah yang lain apabila harga kontrak naik. Beliau tak pernah putus asa menghadapi semua ini dan terus bekerja keras untuk istri dan empat orang anaknya yang masih sekolah. Beliau berhasil menyekolahkan empat anaknya, anak pertama bernama Tiyar yang sekarang telah menjadi sarjana komunikasi dari Universitas Mercu Buana, dan sempat mendapatkan beasiswa semester awal hingga semester tiga, karena pada saat sekolah Ia selalu mendapatkan peringkat lima besar dan mempunyai prestasi yang baik.
Hasil pelajaran dari Tiyar dengan nilai yang memuaskan, seakan terobat letih dan penat dari perjuangan Pak Rosandi selama ini. Tiyar sekarang sudah memiliki usaha sendiri di bidang periklanan bersama teman-temannya, adiknya bernama Irfan anak kedua dari Pak Rosandi dan Bu Rustina ini sekarang sudah masuk Universitas Bina Sarana Informatika atau biasa disebut BSI, Ia menggemari komputer dan ingin mendalaminya lagi dengan mengambil jurusan teknik informasi, agar bisa mengembangkannya menjadi usaha kelak untuk membantu kedua orang tuanya. Keterbatasan biaya, rumah kontrakan yang kecil dan dua anak yang kuliah, membuat Pak Rosandi harus menitipkan kedua anaknya yang kecil masih sekolah kepada neneknya di Kudus Jawa Tengah, kampung halamannya. 27 tahun sudah dan hingga sekarang Pak Rosandi masih bekerja di bidang bangunan sebagai tulang punggung keluarga, meski sudah berusia 53 tahun namun beliau tetap semangat bekerja keras dari pagi hingga petang.
Resiko pekerjaannya ialah ditempatkan untuk bertugas malaksanakan proyek yang jauh dari keluarga, seperti ketika ditugaskan di Medan, Lampung, Palembang dan itu membuatnya jarang pulang. Kecelakaan saat bekerja di proyekpun pernah dialami Pak Rosandi, saat Ia ditugaskan di Medan ketika sedang asik bekerja di lantai bawah dan tiba-tiba jatuh kayu runcing dari atas tanpa sepengetahuan beliau, sehingga membuat jari telunjuknya putus sebagian, akan tetapi akibat kecelakaan pekerjaan itu, beliau tetap terus bekerja dan tidak menyesali pekerjaannya.
Pak Rosandi berpesan kepada anak muda terutama para pelajar dan mahasiswa akan pentinganya pendidikan yang tinggi, “Ilmu sangat berguna bagi diri sendiri dan orang lain, oleh karena itu teruslah belajar dengan giat, carilah ilmu setinggi-tingginya dan jangan pernah malas untuk menuntut ilmu, menjadi orang pintar itu berarti kita sudah menjadi orang kaya, akan tetapi menjadi orang kaya belum berarti kita pintar, karena harta bukanlah segala-galanya” ujar Pak Rosandi.
Bahwa kita harus mengingat jasa pengorbanan orang tua,keluarga,kerabat kita yang telah mempercayai dan mengandalkan kita, karena semua yang dilakukan orang tua dan jerih payahnya itu hanya untuk kemajuan masa depan anaknya yang lebih baik , orang tua menginkan bahwa nasib anaknya lebih baik dari dirinya, dan apabila kita menyia-nyiakan pendidikan yang telah diberikan orang tua maka sungguh kita adalah orang yang merugi dan berdosa besar terhadap Allah dan orang tua.
Berdoa, sholat, tawakal menghadap Allah itu sangat terpenting dalam kehidupan, karena di dunia ini semua yang kita lakukan dan yang akan terjadi telah diatur oleh Allah, dan ridho Allah bergantung kepada ridho orang tua, oleh karena itu kita harus selalu menjaga amanah orang tua dan tidak durhaka kepadanya agar mendapatkan kemudahan di dunia ini serta diridhoi oleh Allah SWT. Belajarlah yang giat, tekun, sopan santun, serius, rajin, teliti, kreatif dan memanfaatkan waktu dengan kegiatan yang positif, itu semua sudah bisa membahagiakan hati kedua orang tua.
Menggapai cita-cita setinggi-tinggi langit, dan jadilah orang berakhlak dan jangan pernah untuk menjadi orang yang sombong akan sesuatu, karena dunia ini hanya sementara dan manusia itu semua sama dimata Tuhan. Selalu ingat jasa kedua orang tua yang telah membesarkan kita dari kita bayi belum tau apa-apa hingga kita jadi orang besar yang sukses, karena tanpa mereka kita tak akan bisa mencapainya dan mereka telah mencari nafkah dengan seluruh kemampuannya untuk ananda tercinta. Maka dari itu janganlah sekali-kali untuk menentang orang tua bahkan melawannya dengan nada yang keras atau membuat hatinya menangis!.
Itulah cerita kisah hidup yang dialami Pak Rosandi sebagai ayah yang tidak punya banyak harta, tetapi sangat mementingkan pendidikan yang tinggi untuk anaknya dan ilmu yang bermanfaat itu merupakan warisan paling berharga yang bisa Ia berikan untuk anak-anaknya, ketika Ia telah tiada nanti. Sosok yang pekerja keras ini, menerima semua rintangan cobaan yang berat dengan lapang dada, akan tetapi Pak Rosandi dan keluarga tidak pernah patah semangat dan putus asa menjalani hidup, dan melawan kerasnya kota Jakarta untuk mengadu nasib agar lebih baik. Selalu beribadah dan meminta kemudahan kepada Allah yang maha kuasa agar bisa menjalankan kehidupan ini sebagai ibadah.
Beliau adalah sosok yang sangat bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, dan menjadikan pendidikan adalah hal yang terpenting untuk diwariskan kepada anak, karena ilmu yang berguna sangat bermanfaat dan bisa dijadikan uang untuk bertahan hidup, tetapi harta jika ditinggalkan pasti akan cepat habis dan menghilang. Dari semua banyak pengorbanan, dan letih bekerja setiap hari dari pagi hingga petang, namun anak-anak beliau belajar dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan seakan terobat semua penat serta kerja kerasnya selama ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI