Fenomena sound horeg telah menarik perhatian banyak orang dalam beberapa tahun terakhir. Suara musik keras yang sering dimainkan di tempat umum untuk hiburan, promosi, atau bahkan sekadar unjuk eksistensi disebut "suara horeg". Fenomena ini mencakup domain teknologi dan sosial serta psikologis. Bagaimana "sound horeg" menarik perhatian kelompok tertentu, dan bagaimana hal itu berdampak pada interaksi sosial?Â
Dalam kacamata psikologi sosial, kita dapat melihat bagaimana orang sering menggunakan simbol tertentu untuk menunjukkan identitas mereka. Sound horeg dapat dianggap sebagai salah satu jenis simbol sosial dalam konteks ini. Dalam teori identitas sosial, Tajfel dan Turner (1979) mengatakan bahwa orang cenderung mengelompokkan diri mereka ke dalam kategori sosial tertentu untuk meningkatkan perasaan keberadaan atau eksistensi mereka. Suara keras musik menjadi cara untuk menunjukkan keberadaan kelompok. Misalnya, kelompok penggemar sound horeg ini sering kali menggunakan suara horeg sebagai cara untuk menyatakan pilihan musik mereka dan berkolaborasi dengan orang lain di komunitas mereka. Ini menunjukkan bahwa selain interaksi lisan, simbol-simbol yang umum digunakan untuk membentuk identitas sosial.Â
Fenomena ini terkait dengan konformitas sosial selain ekspresi identitas. Dalam penelitiannnya, Solomon Asch (1951) menunjukkan bahwa orang cenderung menyesuaikan perilaku mereka dengan kelompok sosial. Namun, tindakan tersebut tidak selalu sesuai dengan keinginan pribadi mereka. Dalam konteks sound horeg, seseorang yang berada pada masyarakat yang cenderung menyukai sound horeg seringkali merasa terdorong untuk turut menyukai sound horeg, atau bahkan berpartisipasi dalam kegiatannya karena perilaku ini dianggap sebagai norma kelompok. Mereka takut jika mereka tidak melakukannya, mereka akan dianggap berbeda atau tidak sejalan dengan norma kelompok.
Psikologi sosial juga melihat bagaimana interaksi sosial dapat memperkuat perilaku tertentu. Fenomena sound horeg sering kali diperkuat oleh tanggapan positif, seperti pujian, perhatian, atau bahkan sekadar pengakuan dari orang lain. Hal ini sejalan dengan teori penguatan sosial yang menyatakan bahwa perilaku yang mendapatkan respons positif cenderung diulang. Sebagai contoh, seseorang yang mendatangkan dan memutar sound horeg mungkin mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya, baik dalam bentuk atensi atau komentar. Meskipun beberapa tanggapan bersifat negatif, perhatian yang diterima tersebut dapat memberikan penguatan tersendiri, sehingga perilaku ini terus dilestarikan.
Fenomena sound horeg adalah bagian tak terpisahkan dari interaksi sosial dan psikologis yang kompleks. Fenomena ini dapat dipahami sebagai ekspresi identitas sosial, produk dari konformitas kelompok, dan hasil dari penguatan sosial, menurut pendekatan psikologi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang saling berkaitan memengaruhi perilaku manusia, bahkan hal yang tampak sederhana seperti memutar musik keras. Dengan memahami dinamika ini, kita dapat membuat cara yang lebih baik untuk menangani efek negatif dari fenomena ini, terutama dalam skala sosial yang lebih luas.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H