Kita masih sering menjumpai bahwa ada beberapa tindakan intoleransi di lembaga pendidikan, dari tingkat SD maupun perguruan tinggi. Maksud saya menulis ini bukan untuk kembali mem – blow up hal semacam ini, yang mungkin bisa menimbulkan chaos yang berlebihan. Namun, lewat tulisan ini saya berharap bahwa kita semua mau memperjuangkan toleransi lewat sebuah lembaga yang dirasa menjadi pondasi penting dalam kehidupan kita sebagai manusia, yaitu lembaga pendidikan.
Pendidikan, Pondasi Penting Kehidupan
Saya ingin mengutip pendapat Prof. Dr. N. Driyarkara, SJ (1913 – 1967) mengenai humanisasi. Humanisasi sendiri adalah proses pemanusiawian manusia. Ini sejalan dengan rumusan filsafat pendidikan yang diutarakan oleh Driyarkara, yaitu bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk kesadaran memanusiakan manusia. Artinya, lembaga pendidikan diharapkan mampu mengarahkan para peserta didik untuk bisa memanusiakan dirinya sendiri maupun pada sesamanya.
Proses humanisasi ini saya anggap sebagai sebuah hal fundamental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita sendiri. Jika saya boleh mengajukan sebuah pertanyaan reflektif untuk kalimat saya di atas, bisakah kita hidup tanpa memanusiawikan manusia, yang artinya kita sendiri dan sesama kita? Saya sendiri membayangkan bahwa hal itu sulit untuk kita lakukan dan kita temui. Pada dasarnya, kemanusiawiaan itu tidak lepas dari pribadi manusia itu sendiri.
Kita patutnya bersyukur bahwa di Indonesia ini proses humanisasi ini telah dibantu dengan adanya Pancasila itu sendiri. Bagi saya, Pancasila menjadi sebuah landasan bagi masyarakat bangsa ini untuk semakin humanis. Oleh karena itu, saya sangat setuju apabila nilai – nilai yang tercantum di Pancasila diimplementasikan ke dalam sistem pendidikan kita ini.
Menghidupkan Semangat Toleransi Dalam Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri telah mencanangkan suatu gagasan hebat berupa profil pelajar Pancasila, yang menurut saya sangat mencerminkan kelima nilai yang terkandung di Pancasila. Profil pelajar Pancasila sendiri memuat enam nilai, yaitu berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan kebinekaan global. Saya sendiri akan menyoroti nilai kebinekaan global sehubungan dengan masih adanya peristiwa intoleransi di lembaga pendidikan kita.
Kebinekaan global sendiri berasaskan pada semboyan negara kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika dan juga sila ketiga Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia”. Maka di dalam semboyan inilah sebenarnya nilai toleran sudah diperjuangkan, bahkan sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Kebinekaan sendiri ingin mengisyaratkan bahwa kendati ada keberagaman, namun masih ada perasaan untuk tetap mengakui bahwa kita adalah satu kesatuan sehingga muncul sikap saling menghormati dan justru, tidak mempermasalahkan keberagaman yang ada.
Kita justru sering menjumpai bahwa peristiwa – peristiwa intoleransi ini muncul di sekolah – sekolah negeri, sekolah yang dikelola oleh pemerintah itu sendiri dan kasus yang biasanya terjadi adalah pemaksaan dari pihak sekolah kepada warga sekolah yang minoritas untuk menaati kebijakan yang tidak sesuai dengan kepercayaan mereka. Bahwa jika terjadi hal semacam ini, pendidikan kita masih jauh dari kata humanis sendiri. Lantas bagaimana pendidikan di negeri ini mampu memanusiawikan peserta didiknya bila pendidkannya sendiri masih jauh dari humanisasi?
Tentu, ini pendapat pribadi saya dan saya juga tidak bermaksud mendiskreditkan suatu lembaga pendidikan dan kepercayaan. Begitu miris melihat bahwa ini terjadi di sekolah negeri yang seharusnya menjadi benih tumbuhnya semangat toleransi. Saya sendiri membayangkan bahwa sekolah negeri seharusnya menjadi pionir utama untuk mengembangkan semangat toleransi ketimbang sekolah - sekolah yang bernaung dalam sebuah yayasan swasta.
Dengan adanya profil pelajar Pancasila, saya mengharapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mampu lebih mengintegrasikan pendidikan berbasis nilai – nilai kepancasilaan dalam segala dinamika kegiatan belajar mengajar. Saya sendiri optimis bahwa lembaga pendidikan di Indonesia akan menuju pada fase bahwa pendidikannya akan menghasilkan insan – insan yang humanis. Namun, bagaimana kita bisa mewujudkannya? Saya ingin menekankan bahwa siapapun yang terlibat dalam pendidikan, baik para pendidik maupun para siswanya harus berani melawan tindak intoleransi dalam bentuk apapun. Dengan kita berani bertindak tegas melawan fenomena – fenomena intoleransi, maka gagasan mengenai pendidikan yang bertujuan memanusiakan manusia menurut Driyarkara semakin dekat di mata kita.