Bandung kota cinta penuh makna dan rasa.
Sudahkah cinta ini ada bagi tiap insan yang terlantar di pinggir jalan sana? Atau cinta kita hanya suatu fana semata dalam usaha menaklukan nafsu duniawi semata? Nampaknya kita terlalu sering "jatuh" dalam lubang cinta dibandingkan berusaha "membangun" suatu cinta dan "menebar" benih cinta kepada sesama. Hal yang perlu diingat, cinta dari "Dia" bukan hanya untuk "Doi" semata.
Pukul 07.00 pagi, sebagian pasukan Departemen Pengmas HIMATEK berkumpul menyongsong mentari pagi berkumpul di depan ITB.Â
Hari itu kami akan melakukan kunjungan ke daerah Pasir Koja, tepatnya ke rumah Belajar Nurul Huda dan Rumah Perlindungan Anak Bagea yang dikelola oleh Ibu Suminah atau biasa dipanggil dengan Bu Sumi.Â
Mungkin bukan hal baru bagi HIMATEK atau bahkan ITB terkait hubungannya dengan Bu Sumi, tahun lalu pun melalui Himberbag (HIMATEK Berbagi) dan Mozaik FTI mengunjungi Rumah Belajar Nurul Huda anak untuk bercengkerama dengan anak-anak yang mengikuti sekolah di rumah belajar di sana.
Sedikit bercerita, Rumah Belajar Nurul Huda sendiri merupakan suatu program di bawah Yayasan Bagea sebagai Pusat Pendidikan dan Pelayanan Sosial Masyarakat yang didirikan oleh Ibu Suminah atau biasa dipanggil Bu Sumi.Â
Bu Sumi merupakan salah satu tokoh inspiratif yang memperjuangkan hak-hak anak jalanan agar mendapatkan hak yang selayaknya seperti anak-anak pada umumnya. Perjalanan beliau bermula pada tahun 2004.Â
Saat itu beliau merasa gelisah dengan kondisi anak-anak jalanan di sekitar Pasir Koja yang memungut selebaran kertas, namun ironisnya mereka tidak mampu membaca dan mengartikan gambar-gambar yang ada pada selebaran tersebut.Â
Permasalahan pendidikan menjadi faktor utama yang mendorong nurani Bu Sumi untuk bergerak. Rasa tanggung jawab sosial beliau mendorong Bu Sumi untuk berusaha memajukan pendidikan anak-anak jalanan di sekitar Pasir Koja.Â
Akan tetapi, kesadaran akan pendidikan sebagai warisan utama orang tua nampaknya masih belum tertanam warga sekitar. Sungguh sulit bagi Bu Sumi di awal perjuangan untuk berusaha mengajak orang tua agar anak-anaknya mau dititipkan di rumah belajar tersebut. Sosialisasi dan kunjungan rumah ke rumah pun dilakukan Bu Sumi guna membuka pikiran tiap orang tua anak jalanan atas pentingnya pendidikan.Â
Anak-anak yang biasanya menghabiskan waktu dengan mengamen atau berjualan, kini mencoba untuk merelakan suatu opportunity cost berupa pendapatan yang biasa didapat dengan suatu investasi masa depan bernama pendidikan, yah... meskipun sekedar membaca dan menulis.Â
Setidaknya di awal-awal terdapat 18 anak yang mengikuti program rumah belajar Yayasan Bagea. Hingga 2018, perjuangan Bu Sumi dan teman-teman membuahkan hasil. Tidak hanya lulusan anak-anak PAUDnya, warga sekitar pun mulai tergerakan dan terberdayakan dengan kehadiran Yayasan Bagea (Bangun Bahagia Sejahtera) yang namanya disahkan pada tahun 2014.