Mohon tunggu...
Alvin Octavianus
Alvin Octavianus Mohon Tunggu... -

Tidak banyak yang menarik dari saya, jika boleh memilih, saya ingin menjadi debu yang bisa terbang ke sana sini tanpa harus musnah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Arjuna & Larasati

31 Maret 2010   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:04 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mungkin ini terlalu menyedihkan untuk mereka yang melihat kita. Kau buta dan aku tuli. Bicara saja aku tak jelas. Bingung juga sering menyapa, kenapa hatiku jatuh padamu. Kita bagai hitam dan putih, kau bisa mainkan tangga nada melodi, tapi aku tak pernah bisa mendengar. Aku bisa merangkai kata kata indah, tapi kau tak akan pernah bisa membaca.

Kau tak akan pernah menyadari, bahwa ada aku yang menjaga di setiap perjalan pulangmu. Kau tak akan pernah mengenal tangan siapa yang kau genggam saat menyebrangi jalan itu. Siapa yang menyetop bis saat kau hanya bisa mendengar suara tanpa mengenal nomornya. Aku benci saat melihatmu jatuh, sepertinya aku tak becus menjagamu. Benci juga saat aku melihat mendung, kadang awan awan tak bersuara sebelum mereka menangis dan akhirnya kau basah karenanya. Tapi aku cukup bahagia melihatmu baik baik saja sampai di rumah.

Ada sejuta lirik yang kucipta. Andai saja bisa kau masukan ke melodi yang kau mainkan. Saat yang kunanti ketika luapan hatiku menyatu dengan punyamu. Aku cukup menikmati saja. Meski tak satu nadamu mampu getarkan gendang telingaku, aku tahu melodimu indah. Gerak tubuh dan jarimu sudah banyak berbahasa untukku. Kau terlihat mempesona saat memainkannya.

Aku sering menangis dalam hati saat berpapasan denganmu di lorong dekat kantin. Kau begitu luwes berbahasa lewat udara, sementara aku hanya berbahasa dengan rupa. Andai udara bisa kutitipkan pesan untukmu, sayangnya mereka tak menyediakan jasa seperti itu. Aku sama sekali tak ingin memiliki dirimu, aku hanya ingin menjaga. Setidaknya sampai kau temukan yang terbaik, bukan yang terburuk seperti aku ini.

Kata orang banyak, orang tuli gagu sepertiku ini sifatnya egois. Mungkin mereka benar atau tak sepenuhnya salah. Karena itu aku nekad memasukkan surat ini ke dalam tasmu. Aku nekad bukan karena aku pemberani, tapi karena aku penakut. Aku tahu kau tak akan pernah bisa membaca isi surat ini. Saat kau meraba isi tasmu dan menemukan kertas yang tidak kau kenal, mungkin akan kau buang. Aku tak peduli. Aku sudah cukup bahagia karena aku berhasil memasukan sebuah surat ke dalam tas wanita.

Salam,
Arjuna

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun