Mohon tunggu...
Alvia Puspa Cinta Anjani
Alvia Puspa Cinta Anjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret

Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ringkasan Beberapa Poin dalam Jurnal The Preponderance of International Courts in the Conflict Of Treaty Law and Customary Internasional Law

27 September 2024   21:16 Diperbarui: 27 September 2024   21:22 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam artikel ini akan dibahas poin penting dari jurnal yang berjudul The Preponderance of International Corts in The Conflict Of Treaty Law and Customary International Law yang ditulis oleh Adv. Ahmad Talha dan Jahangir Shah Kakar.

ABSTRACT

Dasar-dasar sistem hukum sebuah masyarakat dipengaruhi oleh sejarah hukumnya. Hukum internasional berbeda dari hukum negara tertentu, dan hukum dalam masyarakat lebih sulit ditentukan karena tidak ada organisasi legislasi atau sistem pengadilan global yang mengikat. Beberapa ahli hukum percaya bahwa undang undang bertanggung jawab untuk menetapkan otoritas, sehingga jika ada konflik antara perjanjian dengan kebiasaan internasional, aturan dalam perjanjian akan diutamakan. Namun, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Statuta bertujuan untuk menyusun sumber-sumber hukum internasional secara terurut agar dapat dianalisis dengan baik oleh pengadilan internasional. Studi ini mengamati bagaimana pengadilan internasional cenderung membuat keputusan dalam situasi di mana kebiasaan internasional dan hukum perjanjian saling bertentangan.

INTRODUCTION

Teks tersebut membahas tentang ketidakjelasan dalam hukum internasional, terutama mengenai hukum kebiasaan internasional (CIL). Dua komponen penting dalam pembentukan hukum kebiasaan adalah opinio juris dan praktik negara, namun definisi dan pembentukan praktik negara masih belum jelas. Terdapat kebingungan dalam skala yang lebih luas mengenai ketidakjelasan CIL. Pasal 38 undang undang Mahkamah Internasional (ICJ) menjelaskan bahwa CIL bersifat praktis namun tidak mengikat. Metode "deduksi dan induksi" yang digunakan dalam pembentukan hukum adat juga dianggap bermasalah, karena hanya memberikan pengentasan sementara dan tidak memberikan solusi jangka panjang. Ketidakpastian tambahan dalam sistem hukum timbul akibat terkodifikasinya konsep dan prinsip tanpa adanya pertanyaan kritis. Kesimpulannya, pembentukan hukum kebiasaan internasional masih memiliki banyak tantangan dan ketidakjelasan, yang dapat membingungkan dalam dirinya sendiri.

OPINIO JURIS

Opinio juris adalah keyakinan bahwa kegiatan tertentu dari suatu negara adalah wajib secara hukum dan menghasilkan pembentukan kebiasaan. Namun, konsep ini tidak mempertimbangkan aturan yang bersifat permisif seperti aturan kedaulatan atas landas kontinen. Penggunaan opinio juris dapat didefinisikan sebagai pernyataan tentang hak hukum atau salam tentang paksaan yang sah, dan ketika diulang secara efisien, akan terbentuk norma kebiasaan yang baru. Namun, opinio juris memiliki kelemahan yang memungkinkan perkembangan hukum dan kebiasaan baru, tetapi sulit untuk memberikan bukti konkret tentang opinio juris ini. Perspektif pemerintah juga berperan dalam penentuan validitas aturan kebiasaan internasional. Ahli hukum internasional juga tidak selalu sependapat tentang cakupan, penerapan, dan konstruksi Hukum Kebiasaan Internasional karena adanya perbedaan dalam praktik negara dan opinio juris.

TREATY LAWS TAKE PRECEDENCE OVER THE CUSTOMARY INTERNATIONAL LAW

Menurut Trachtman, hanya sebagian kecil dari norma hukum kebiasaan internasional yang belum diadopsi dalam perjanjian atau dikodifikasi. Dia berpendapat bahwa pergeseran ke arah perjanjian lebih disukai untuk mengatasi masalah-masalah seperti keamanan siber, pelestarian ekosistem, kebebasan mobilitas, dan pemeliharaan layanan medis di seluruh dunia. Trachtman juga berpendapat bahwa hukum internasional yang lazim mungkin tidak effektif dalam mengurangi kemiskinan, melindungi hak asasi manusia, dan mengatur konflik. Ketentuan dalam suatu perjanjian dapat menjadi bagian dari hukum kebiasaan jika diadopsi secara berulang. Pada tahun-tahun setelah 1945, banyak perjanjian yang membahas berbagai aspek hukum internasional, seperti eksremisme, terorisme, diplomasi, diskriminasi, dan proses pembuatan perjanjian, telah diadopsi. Ketika ada konflik antara perjanjian dan hukum internasional kebiasaan yang bertentangan, perjanjian diutamakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun