Chapter 5
RUJAK SOTO
Terik matahari yang begitu panas hari ini, menemani perjalanan kami menuju Banyuwangi. Waktu yang harus kita tempuh dari Taman Nasional Baluran untuk sampai ke lokasi kurang lebih 1 jam. Kami melewati hutan lindung sebelum akhirnya sampai ke perbatasan Situbondo-Banyuwangi. Jalan yang bagus disertai pemandangan hutan lindung yang dapat menghilangkan rasa bosan dan kejenuhan kami, serta letih yang disebabkan perjalanan jauh juga kunjungan kami ke Baluran.
Salah satu yang menjadi daya tarik tersendiri bagi saya adalah ketika memasuki tempat baru dengan berbagai kendaraan dengan plat nomor polisi P yang mampu mempertegas bahwa sekarang saya sudah berada di daerah Banyuwangi. Pengetahuan yang harus diketahui seseorang ketika dia berada di tempat tertentu adalah mengetahui apakah nomer polisi diwilayah tersebut. Karena bisa jadi pengetahuan kita mengenai plat nomer ini bisa menjadi topik pembicaraan yang apik ketika kita bertemu dengan orang baru.
Banyak monumen ikonik yang akan kita jumpai ketika kita melintasi pintu masuk Banyuwangi dari wilayah Situbondo. Patung Gandrung adalah salah satunya, yang berdiri di pesisir pantai di dekat dermaga menambah kesan akan kentalnya budaya di bumi Blambangan ini. Patung ini adalah merupakan representasi sejarah masa lampau bahwa terdapat seorang penari yang cantik rupawan pada zaman kerajan Blambangan.
Setelah lamanya perjalanan yang kami tempuh sampailah kita ke tempat bibinya teman kami, sambutan yang ramah yang diberikan keluarga teman kami semakin meyakinkan kita akan keramahan masyarakat di Banyuwangi. Tempat yang begitu strategis dimana terdapat persawahan disekeliling rumahnya, cocok untuk mengiistirahatkan badan kami sejenak dengan melakukan rebahan dibawah pohon anggrung. Angin sepoi yang membelai wajah beserta dedaunan disekitar membuat kami mengkantuk, suasana yang mendukung untuk tidur di siang hari.
Tidak lama berselang teman kami memanggil; kami untuk menyantaqp hidangan sepesial khas daerah Banyuwangi, rujak soto. Mendengar namanya saja sudah aneh apalagi rasanya, kesan pertama ketika mengetahui nama rujak soto. Yang terbayang adalah bagaimana mungkin rasanya bisa match kalau 2 makanan yang mempunyaio karakteristik yang berbeda, soto dan rujak.
Rujak soto yang telah siap untuk disantap sekarang berada tepat di depan saya, tanpa berpikir panjang, karena rasa lapar  yang sudah melanda, "Syuppp...." Suara sruputan kuah. "Ahh... Alhamdulillah.." . sulit untuk dipercaya hipotesis deskriptif saya selama ini salah mengenai bagaimana rasa dari rujak soto itu sendiri. Rasa antara dua varian rasa rujak dan soto itu bisa diharmonisasikan sehingga menciptakan varian rasa yang unik, yaitu rujak soto. Enak lah pokok e rasa dari makanan ini, yang membuatku ingin nambah 1 porsi lagi.
Hidangan makanan yang ada dihadapan kami ludes, terangkut ke tangki masing-masing dari kami, kamipun berpamitan untuk melanjutkan perjalanan kami ke tempat nantinya kami akan menginap ketika kegiatan KKM ini berlangsung, yaitu di desa Paspan kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H