Om Budi adalah seorang nasionalis yang sangat anti penjajahan. Ia selalu mengikuti berita-berita politik dan mengkritik pemerintah yang dianggapnya tidak berdaulat dan tunduk pada kepentingan asing. Ia juga sering mengajak anak-anaknya untuk belajar sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.
Suatu hari, Om Budi mendengar bahwa ada rencana pembangunan pabrik asing di dekat kampungnya. Ia merasa marah dan geram, lalu mengajak warga sekitar untuk melakukan aksi protes. Ia berorasi dengan semangat, mengatakan bahwa pabrik asing itu akan merusak lingkungan, mengambil sumber daya alam, dan mengeksploitasi tenaga kerja lokal. Ia menyerukan agar warga bersatu dan menolak pabrik asing itu dengan slogan "Merdeka atau Mati!"
Namun, ternyata tidak semua warga setuju dengan Om Budi. Sebagian dari mereka malah mendukung pembangunan pabrik asing itu, karena mereka berharap dapat mendapat pekerjaan dan penghasilan dari situ. Mereka menganggap Om Budi sebagai orang yang sok idealis dan tidak realistis. Mereka pun mulai mengejek dan mencemooh Om Budi dengan kata-kata kasar.
Om Budi tidak terima dengan perlakuan warga tersebut. Ia merasa bahwa mereka adalah pengkhianat bangsa yang tidak memiliki rasa nasionalisme. Ia pun marah dan melawan mereka dengan keras. Akibatnya, terjadi keributan dan bentrokan antara kelompok Om Budi dan kelompok pendukung pabrik asing. Om Budi sendiri terluka parah karena dikroyok oleh kelompok lamannya.
Saat dilarikan ke rumah sakit, Om Budi masih tetap bersikeras bahwa ia benar dan bahwa ia akan mati demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, saat sampai di rumah sakit, ia mendapat kenyataan pahit yang membuatnya terkejut. Ternyata rumah sakit itu adalah milik perusahaan asing yang sama dengan yang akan membangun pabrik di dekat kampungnya. Dan ternyata dokter yang akan menangani Om Budi adalah anaknya sendiri, yang bekerja di sana sebagai pegawai kontrak.
Om Budi tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia merasa bahwa hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Ia pun menutup mata dan menghembuskan napas terakhirnya, sambil bergumam "Merdeka atau mati, tapi mati dulu..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H