Pemilihan kepala daerah (Pilkada) putaran kedua Provinsi DKI Jakarta, tersisa 7 hari lagi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengiklankan kedua pasangan yang akan head to head yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – Djarot  dan Anies Baswedan – Sandiaga Uno.
Dalam iklan KPU, Ahok – Djarot tegas mengusung tema keberagaman, sedangkan Anies – Sandiaga mengusung tema kebaruan dengan tagline Saatnya ambil langkah maju.
Keberagaman sinonim dengan diversitas, kebinekaan, kemajemukan, dan pluralitas. Profil Ahok – Djarot memang beragam. Ahok adalah warga negara Indonesia (WNI) keturunan Tionghoa dari Bangka Belitung dan beragama Kristen. Sedangkan Djarot adalah warga negara Indonesia dari etnis Jawa dan beragama Islam.
Etnis Tionghoa sudah menyatu dengan etnis-etnis lain di Indonesia karena keberadaan mereka sudah ada di bumi Indonesia sejak sebelum merdeka. Kebanyakan WNI keturunan Tionghoa tinggal di wilayah perkotaan dan berprofesi sebagai wiraswastawan. Â Jumlah mereka relative minoritas dibanding etnis lain yang hidup di Indonesia.
Asal Ahok dari Provinsi Bangka Belitung merepresentasikan wilayah luar pulau Jawa yang sering menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam peta politik nasional. Solidaritas luar Jawa muncul karena adanya rasa kecemburuan lantaran di masa Orde Baru, pembangunan lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa sehingga menimbulkan kesenjangan social akibat kemajuan daerah di Pulau Jawa dengan masyarakat di di luar Pulau Jawa.
Kristen adalah salah satu agama yang diakui negara. Komunitas umat Kristen juga sudah mendiami bumi Indonesia sejak sebelum kemerdekaan, walaupun secara kuantitasnya jumlahnya lebih sedikit dibanding umat muslim.
Sosok Djarot mewakili kelompok mayoritas. Dia mewakili suku Jawa yang merupakan kelompok masyarakat dengan jumlah  lebih dari 50 persen di Indonesia. Begitu juga agama yang dianut Djarot yakni Islam, adalah agama yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia. Karena itu, kombinasi Ahok -  Djarot mewakili unsur mayoritas dan minoritas di Indonesia.
Pasangan Anies - Sandi, relatif lebih homogen.  Keduanya beragama Islam dan sama-sama tidak merepresentasikan etnis Jawa yang mayoritas. Unsur  minoritas juga tak ada pada sosok Anies – Sandi karena minoritas biasanya identik dengan luar Jawa, non muslim dan warga keturunan Tionghoa.
Profile partai pendukung Ahok – Djarot juga menunjukkan keberagaman ideologi. Beberapa partai dikenal sebagai pendukung ideologi nasionalis dan sejumlah partai pendukung ideologi Islam tradisional. Sedangkan pasangan Anies – Sandi, kendati didukung partai beraliran nasionalis Gerindra, namun nuansa keislaman sangat terasa dengan kehadiran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang agak sedikit berbeda karakternya dengan partai-partai Islam pendukung Basuki – Djarot.
Isu-isu kampanye yang diusung tim pendukung Anies – Sandi (walau tak resmi) juga lebih menekankan pada sentimen keislaman sebagai jualan politik mereka. Apalagi, sejumlah tokoh-tokoh ormas Islam militan menjadi bagian dari Tim pendukung Anies –Sandi.
Adanya spanduk-spanduk rasial keagamaan yang sempat beredar di sejumlah tempat ibadah di Jakarta yang mendiskrimanis pendukung Ahok – Djarot, merupakan fakta betapa isu homogenitas keagamaan menjadi jualan dari segelintir pendukung Anies - Sandi.