Aku berjalan
Di antara rusuk-rusuk malam yang berkarat
Menelusup lorong demi lorong kebekuan mencekik
Kendati dadaku mesti terselimuti,
selendang api
yang kau ikhlaskan menjadi cahaya venus
maka ku sibak dengan telaten
kabut demi kabut
tujuh puluh tiga lapis udara jelaga
sedang tanganmu pun terbuka membelah langit
maka ku sambangi kau dengan limpahan harapan
walau entah kapan kan sampai
Mungkin sampai kerlip bintang terakhir
namun sampainya pasti sampai
sampai sajakKu amerta pada jarak hidup dan mati
Pada jarak ku dan jarak mu
terbentang tujuh puluh tiga lapis udara jelaga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H