Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Ini

28 November 2017   20:29 Diperbarui: 29 November 2017   03:25 2728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ini anak rumahan. Tahu, gak, semut di rumah itu banyak jenis? Belum kecoa cs; serangan udara: lalat, lebah, atau nyamuk (Wah  jadi ngeri, apalagi di dalam tubuh kita. Bayangkan: ulam, sejenis belatung di gigi kita. Kok  bisa ya makhluk 'lemah' ngalahin  tulang-belulang gigi; belum lagi bakteri atawa  virus ... Hiyy!). O ya, tips anti-nyamuk kalau mau tidur: Pakai baju lengan panjang, sarung, plus kaus kaki. Dijamin tidur nyenyak!

Kerjaku di depan komputer. Itulah pentingnya lengan panjang, sarung, plus kaus kaki. Si ulet dan banyak nguntungin  orang itu, 'nakal' temani kerjaku. Aku cuek  saja. O tentu, si nyamuk ulet jua. EGP ... keasyikan taktiktuk, wilayah terluar badanku kena juga ditusuk-diisapnya. Karena terlalu sering, aku pernah berdoa: "Tuhanku, karena ragaku kukunci di rumah, biarlah darahku yang bermanfaat, beredar ke mana-mana dibawa makhluk-Mu jua; utusan-Mu jugakah? Terimalah, amin yRa."

Hanya ada televisi menemani hariku,  sebaris lagu "Aku Bosan" dari Dalbo (Iwan Fals + Sawung Jabo cs), seakan melegitimasi aku ini anak rumahan. Sampai dua televisi yang jadi korban karena nonstop nyala  24 jam. Mungkin hang, jebol-kepanasan; mungkin pula pundung  (Sunda: purik). "Hm, trims, Tipi!" Cius, melihatmu saja tayangkan kuliner, aku kenyang. Sungguh, 4 atau 7 hari tak makan tak aneh, aku masih hidup dan tidak keluar rumah. Rekorku 9 hari tak makan! Ember, berat badanku langsung melorot 7 kg ... Apakah ini tips diet ideal karena murah-meriah?

Ini cerita masa kanak, hingga kini pun aku masih 'kanak', maka wajar kukunci ragaku di rumah. Karena tugas kanak-kanak adalah bermain. Sementara aku sudah capek  bermain! E, ada bestari bilang: "Bermainlah dalam permainan, tapi jangan main-main. Jadilah pemain!" Hihi, maka kepada anak-anak: seriuslah bermain, jangan takut kotor ... (Hoho, kayak  iklan obat anti-flu atau sabun detergen saja)! Mungkin, kepada dewasa yang masih suka 'bermain': Boleh, asal mau bertanggung jawab! Karena memang semua rentang usia kudu  punya tanggung jawab. Tetapi apakah semua mau bertanggung jawab? Kanak kudu  belajar, dewasa kudu  bekerja, manula kudu  jadi Bapak/Ibu bangsa, ... Faktanya: dunia itu permainan (lihat QS 47: 36 dan 57: 20). Karenanya, jangan main-main, BroBray!

Olala,  begitulah kerja taktiktuk-ku (sejak 1992, sejak mesin tik), mungkin 'begitu' pulalah kualitasnya, hehe. Kalau kuevaluasi, kerjaku masih sebatas main-main, sekadar enjoy; pantas saja apresiasi 'mereka' sebungkus rokok atau paling banter sekelas goban, padahal aku berani promosi: "Karya ketik-ku mahal, karya jahit istri-ku murah. Adil kan?!" Lho?  Inilah dunia grunge, dunia kini, dunia jungkir-balik. Justru tarif-ku mahal, maka klien-ku yang miskin, ndak  mampu bayar jasaku (eh, faktanya: aku yang miskin); tetapi aneh bin ajaib: kualitas jahitan istriku sekelas butik maka ditaksir bibiku dari Jakarta @Rp 10 juta, tapi kok  gaji istriku 70 ribu rupiah per hari? Di bawah UMK = tidak manusiawi!

Selalu ada oknum, pun di dunia taktiktuk, meski seorang kawan semangati aku: "Ambillah, kalau tidak digarap, oleh orang lain ..." Benar, malah bukan oleh oknum saja, tetapi sindikat juga! Alhamdulillaah, telingaku selalu terngiang lagu Iwan Fals "Kawan Temanku Punya Kawan": Sarjana begini banyaklah di negeri ini/Tiada bedanya dengan roti.  Tentu, aku tak ingin punya andil ...

"Kawan mainku, itulah aku," demikian pungkasan kisah mini ini, “spesial untukmu, Anakku.”

Ujungberung, 28 November 2017

c.q. Tumbuhlah seperti #pohon, Anakku: berakar, berbatang, dan berdaun/berbuah (yakin, mandiri, dan melindungi/bermanfaat = berkarya), amin ya Allah, yRa.

#hari_menanam_pohon_Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun