Pujian adalah Pembunuhan Kreativitas
Pertanyaan awal gara-gara membaca koran Tribun Jabar itu: Siapa yang pasang berita sehalaman penuh; pihak Tribun Jabar atau iklan dari Pemkot Bandung?
Terlepas dari siapa penulis berita itu; saya kok ngeri dengan tren kiwari bahwa prestasi harus diumumkan (Arab: i’lan = iklan). Apakah dipicu oleh seluruh sistem pendidikan di dunia bahwa murid terpintar harus diberi peringkat kesatu; dan semakin dipacu oleh Buku Rekor Dunia, sehingga orang/lembaga berlomba agar namanya tercantum? Padahal ‘kita’ sepakat: kehidupan dunia ini serba-mungkin, sedangkan kehidupan akhirat itu serba-pasti.
Prestasi diiklankan sah saja dan manusiawi, sebutlah untuk memperoleh ‘trust’. Saya hanya ingin mengingatkan secara ‘filosofis’ bahwa segala pengakuan atau merit-isasi semacam piagam dan piala itu sekadar ‘pujian’, serta pujian di saat menjabat itu—kalau tak klaim sepihak—adalah ‘jilatan’.
Sub judul “Pujian adalah Pembunuhan Kreativitas” merupakan kutipan saya dari seorang kawan yang saya anggap (semoga) ‘tersaleh’. Kemudian saya diingatkan oleh Karni Ilyas di ILC yang melansir kutipan: “Orang lebih suka celaka oleh pujian daripada selamat oleh kritikan” dan saya pun menebak: mata-telinga Kang Emil sudah penuh oleh realitas bahwa ketika menjabat, sekitaran menyemut; tak menjabat, dadah! Yang ironis, pejabat kok tinggal menunggu waktu … prestasi dan korupsi kok beda tipis?
Itulah, Kang, saya pun tak memberi solusi update. Mungkin, genjot terus, sosialisasikan terus Semangat Reformasi, yakni transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas program Pemkot Bandung. Justru warning jika kita (seluruh komponen Kota Bandung) dalam komunikasi yang ‘adem-ayem’ karena bisa jadi telah hadir Bento—si jago lobbying dan upeti sebagaimana lagu “Bento” Iwan Fals—di tengah kita.
Ngemutan, Kang. Pemimpin itu panutan. Pemimpin yang sukses itu ada di hati Rakyat. Wayahna (terpaksa), itu prerogatif Tuhan.
Aduh Kang Emil, mohon maaf, tulisan ini tidak bernas. Kualitas tulisan ini malu-maluin, tapi kok masih berani di-share hanya mengandalkan GR bahwa kita sebaya. Meureun (mungkin), gara-gara si saya saja di Kota Bandung ini yang omong, “Kahartos mung teu acan karaos” sehingga indeks bahagianya minus, apalagi saya berapologi ngelantur: “Rahasia itu beban hidup.” (frasa ini pun kutipan dari seorang penyanyi ABG nasional). Wow, siapa yang tidak punya rahasia; lantas, hak siapa rahasia? Sungguh malang, apabila rahasia dibawa mati! Na’uudzubillaahimindzaalik, aamiin.
Bandung, 4 Januari 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H