Beauty privilege akhir akhir ini ramai dibahas di berbagai platform media sosial, misalnya di Twitter, Instagram, hingga Tiktok. Sebenarnya apa sih beauty privilege?.
Dalam bahasa Inggris beauty bermakna a combination of qualities, such as shape, color, or form, that pleases the aesthetic senses, especially the sight atau dalam bahasa Indonesia berarti kecantikan atau keindahan sedangkan privilege bermakna a special right, advantage, or immunity granted or available only to a particular person or group atau dalam bahasa Indonesia berarti hak istimewa yang diberikan kepada seseorang atau suatu kelompok.
Jadi beauty privilege adalah hak istimewa yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki penampilan menarik. Hal ini sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari, mulai dari di pekerjaan, di sekolah, dan lainnya. Pernah dengar kalimat-kalimat seperti “Gitu banget kelakuannya, untung cantik”, “orang cantik bebas” dsb.
Kalimat-kalimat tersebut merupakan contoh kecil dari beauty privilege. Cantik memang hal yang relatif dan menurut saya merupakan hal yang sangat personal, maka dari itu menurut saya siapa saja dapat mendapatkan privilege ini tetapi untuk orang-orang yang memiliki penampilan yang sesuai dengan standar kecantikan si suatu daerah. Saya pribadi pernah mendapatkan beauty privilege ini tapi tidak jarang juga melihat hal ini terjadi pada orang-orang di sekitar saya.
Memiliki beauty privilege memang menyenangkan, banyak kemudahan-kemudahan yang bisa didapatkan tanpa usaha yang besar. Saya rasa, salah satu pembaca pasti memilki privilege ini, dan menurut saya pribadi hal ini sah-sah saja untuk dinikmati.
Saya pernah membaca sebuah quotes yang mengatakan bahwa physical things is just a genetic lottery dan menurut saya memang benar. Penampilan fisik merupakan keberuntungan sedari lahir yang perlu di sukuri dan di rawat. Maka dari itu sah-sah saja untuk memperbaiki penampilan kita.
Saya juga pernah membaca cuitan seseorang di Twitter tentang beauty privilege ini katanya “kalo lo cantik, 50 persen masalah hidup lo selesai”. Hal ini menunjukan betapa hak istimewa ini memiliki power dalam masyarakat. Terdapat beberapa pihak yang merasa ‘tercurangi’ karena hal ini, dan menurut saya sah-sah juga untuk merasa seperti itu, ‘dikalahkan’ karena fisik bukanlah perasaan yang menyenangkan, our emotions is valid and we are just human afterall.
Selain itu, beauty privilege ini juga memiliki sisi ‘kelamnya’. Beberapa orang yang saya kenal menceritakan sendiri bahwa segala pekerjaannya di kantor dianggap sia-sia karena orang-orang berfikir dia mendapatkan jabatannya karena ‘cantik’. Beberapa stereotipe buruk juga kerap menghantui orang-orang berparas menarik ini, misalnya stereotipe bahwa orang yang cantik atau tampan biasanya bodoh, rawan mendapatkan pelecehan seksual, hingga dianggap sebagai ‘objek’ oleh beberapa pihak.
Tetapi, apakah kita juga merupakan bagian dari penyebar beauty privilege ini?. Apakah tanpa kita sadari kita juga ikut memberikan privilege tersebut?. Apakah tanpa kita sadari, kita memilih teman berdasarkan fisiknya? apakah tanpa kita sadari kita ikut mempopulerkan orang-orang dengan paras menarik tersebut?. Well, tidak ada yang salah sih. Tapi, mengeluh karna hal yang ternyata kita sebabkan sendiri juga merupakan hal yang bijak.
Saya rasa bijak untuk kita semua jika dapat memperlakukan semua orang dengan sama, tidak peduli fisiknya, rasnya, gender, orientasi seksual dan lainnya. Pada dasarnya hal-hal tersebut adalah pemberian tuhan dan pilihan mereka, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kita. Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, perubahan ini dimulai dari saya dan kamu, lalu kita.
Fisik yang rupawan memang memikat, tetapi saya percaya bahwa kepribadian dan hati yang baik adalah alasan orang-orang bertahan. So, selain fokus mempercantik dan merawat diri jangan lupakan hal-hal penting lainnya, hal-hal abadi dan hal-hal yang orang lain tidak akan pernah bisa ambil dari kita seperti kebaikan, sopan santun, dan ilmu pengetahuan.