Musim kemarau tahun ini menunjukkan karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan tahun 2023. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama yang mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia.
Salah satu faktor utama adalah suhu laut yang lebih hangat di sekitar Indonesia. Suhu laut yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan penguapan air laut, yang pada gilirannya menghasilkan lebih banyak pembentukan awan. Kondisi ini membuat musim kemarau tahun ini cenderung lebih panas dan lembab dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penguapan yang lebih tinggi juga berkontribusi pada peningkatan kelembaban udara, yang dapat mempengaruhi pola curah hujan dan suhu harian.
Selain itu, angin musim kemarau yang bertiup dari Benua Australia ke wilayah Nusa Tenggara dan Bali pada bulan April, kemudian ke kepulauan lainnya pada periode Mei hingga Agustus, juga memainkan peran penting dalam perbedaan karakteristik musim kemarau tahun ini.Â
Angin ini membawa udara kering dari Australia, yang biasanya menyebabkan kondisi kering di wilayah Indonesia. Namun, dengan adanya suhu laut yang lebih hangat, efek pendinginan dari angin ini menjadi kurang signifikan, sehingga musim kemarau tahun ini terasa lebih panas.
Perubahan iklim global juga berkontribusi terhadap perbedaan musim kemarau tahun ini. Fenomena perubahan iklim menyebabkan perubahan pola cuaca yang tidak terduga, termasuk peningkatan suhu global dan perubahan pola angin. Hal ini berdampak pada kondisi cuaca di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Perubahan iklim dapat menyebabkan musim kemarau yang lebih panjang atau lebih pendek, serta perubahan intensitas curah hujan.
BMKG terus memantau kondisi cuaca dan iklim di Indonesia untuk memberikan informasi yang akurat dan terkini kepada masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi musim kemarau, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi perubahan cuaca yang terjadi. Penting bagi masyarakat untuk mengikuti informasi dan peringatan cuaca dari BMKG agar dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari kondisi cuaca ekstrem.
Dalam menghadapi musim kemarau yang berbeda ini, penting bagi masyarakat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan. Suhu yang lebih panas dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti dehidrasi dan heatstroke. Oleh karena itu, disarankan untuk tetap terhidrasi dengan baik, menghindari aktivitas fisik yang berlebihan di luar ruangan pada siang hari, dan menggunakan pelindung diri seperti topi dan tabir surya saat beraktivitas di luar ruangan.
Selain itu, penting juga untuk menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih dan bebas dari potensi kebakaran. Musim kemarau yang lebih panas dapat meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan untuk tidak membuang puntung rokok sembarangan dan menghindari pembakaran sampah di area terbuka.
Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan musim kemarau tahun ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap dan waspada dalam menghadapi kondisi cuaca yang berubah. BMKG akan terus memberikan informasi dan peringatan cuaca yang akurat untuk membantu masyarakat dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H