Mohon tunggu...
Alun Riansa Pakaya
Alun Riansa Pakaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang antusias menulis, mengeksplorasi ide-ide baru dan mengembangkan kreativitas melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Kabut Tak Berujung

14 Agustus 2024   13:20 Diperbarui: 14 Agustus 2024   13:34 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, kabut tebal menyelimuti desa kecil yang tersembunyi di balik hutan lebat. Pohon-pohon menjulang tinggi, daunnya menghalangi cahaya bulan yang seharusnya menyinari jalan setapak menuju desa. Hawa dingin yang menusuk tulang membuat setiap penduduk enggan keluar rumah. Suara angin yang menggerakkan ranting-ranting kering menambah kesan angker malam itu.

Di sebuah rumah tua yang berada di ujung desa, tinggal seorang wanita paruh baya bernama Ningsih. Ia dikenal penduduk desa sebagai wanita yang penuh misteri, selalu sendirian, dan jarang keluar rumah. Ningsih menyimpan kenangan yang tak bisa ia bagi dengan siapa pun, kenangan yang selalu membuatnya terjaga setiap malam, menatap keluar jendela, menunggu sesuatu yang tidak pasti.

Malam itu, seperti malam-malam sebelumnya, Ningsih duduk di kursi goyang di dekat jendela, matanya menatap kosong ke arah jalan setapak yang diselimuti kabut. Hanya suara detak jam dinding dan angin yang menemani kesendiriannya. Tiba-tiba, di antara kepulan kabut, ia melihat bayangan samar seseorang berjalan mendekat. Jantungnya berdegup kencang. "Apakah ini yang kutunggu?" gumamnya.

Semakin dekat bayangan itu, semakin jelas sosoknya. Seorang pria berperawakan tinggi dengan langkah yang tenang namun pasti. Ningsih merasa napasnya tercekat. Sosok itu mengingatkannya pada seseorang dari masa lalunya, seseorang yang seharusnya tidak mungkin ada di sana.

Pria itu berhenti tepat di depan rumah Ningsih. Ia menatap rumah tua itu seolah mengenalnya dengan baik. Ningsih merasa tubuhnya gemetar. Ia tahu, malam ini adalah malam yang sudah ditakdirkan. Dengan langkah perlahan, ia membuka pintu dan menatap pria itu dari dekat. Wajah pria itu tak banyak berubah, meskipun sudah bertahun-tahun berlalu.

"Kau... kau kembali?" suara Ningsih bergetar, nyaris tak percaya.

Pria itu tersenyum tipis, senyum yang dulu selalu menenangkan hati Ningsih. "Aku sudah berjanji, bukan? Aku akan kembali."

Kenangan masa lalu membanjiri pikiran Ningsih. Dahulu, mereka berdua adalah pasangan yang tak terpisahkan. Namun, takdir memisahkan mereka secara tragis. Pria itu, Arman, harus pergi untuk selamanya dalam sebuah kecelakaan yang mengerikan. Namun, di malam sebelum kepergiannya, ia berjanji akan kembali untuk Ningsih, entah bagaimana caranya.

"Arman... tapi kau sudah..." Ningsih tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Air mata mulai menggenang di matanya.

Arman mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Ningsih dengan lembut. "Aku tahu, Ningsih. Aku tahu aku sudah lama pergi. Tapi aku kembali untuk memenuhi janjiku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun