Pada tanggal 5 Agustus 2024, sebuah tragedi memilukan terjadi di perbatasan Myanmar ketika serangan drone menewaskan puluhan warga Rohingya yang sedang berusaha melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine. Serangan ini menargetkan kelompok-kelompok keluarga yang sedang menunggu kesempatan untuk menyeberang ke Bangladesh, mencari perlindungan dari konflik yang terus berkecamuk di wilayah tersebut.
Menurut laporan saksi mata, serangan tersebut terjadi pada malam hari, ketika para pengungsi sedang beristirahat setelah perjalanan panjang dan melelahkan. Drone yang tidak diketahui asalnya meluncurkan serangkaian serangan yang menghancurkan tenda-tenda dan tempat perlindungan sementara mereka. Ledakan-ledakan tersebut menyebabkan kepanikan dan kekacauan, dengan banyak orang berusaha melarikan diri dari lokasi serangan.
Di antara korban tewas, terdapat ibu hamil dan anak-anak yang tidak berdaya menghadapi serangan mendadak tersebut. Para penyintas menggambarkan pemandangan yang mengerikan, dengan tubuh-tubuh yang berserakan di sekitar mereka. Mereka terpaksa mencari di antara tumpukan jasad untuk menemukan dan mengenali kerabat mereka yang tewas atau terluka. Banyak dari mereka yang mengalami luka-luka serius dan membutuhkan perawatan medis segera.
Serangan ini menjadi salah satu yang paling mematikan terhadap warga sipil di negara bagian Rakhine dalam beberapa minggu terakhir. Konflik di wilayah ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, dengan warga Rohingya sering menjadi sasaran kekerasan dan penganiayaan. Mereka telah berulang kali mencoba melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh, untuk mencari perlindungan, namun perjalanan tersebut sering kali berbahaya dan penuh risiko.
Pemerintah Myanmar belum memberikan pernyataan resmi mengenai serangan ini, dan identitas pihak yang bertanggung jawab masih belum jelas. Namun, serangan ini menyoroti situasi yang semakin memburuk bagi warga Rohingya di Myanmar. Organisasi kemanusiaan dan hak asasi manusia telah berulang kali menyerukan perlindungan bagi warga sipil dan penghentian kekerasan di wilayah tersebut.
Di sisi lain, pemerintah Bangladesh juga menghadapi tantangan besar dalam menangani gelombang pengungsi yang terus berdatangan. Kamp-kamp pengungsi di Bangladesh sudah penuh sesak, dan sumber daya yang tersedia semakin terbatas. Kondisi ini menambah penderitaan para pengungsi yang sudah mengalami trauma akibat kekerasan dan kehilangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H