Mohon tunggu...
Alun Riansa Pakaya
Alun Riansa Pakaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang antusias menulis, mengeksplorasi ide-ide baru dan mengembangkan kreativitas melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petani yang Hidup Tetapi Tidak Hidup

30 Juli 2024   10:10 Diperbarui: 30 Juli 2024   10:12 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : Wallpaperflare

Di sebuah desa yang terpencil, hiduplah seorang petani bernama Budi. Desa itu dikelilingi oleh pegunungan hijau dan sawah yang subur, mencerminkan ketenangan dan kedamaian yang langka di dunia modern. Budi dikenal sebagai petani yang rajin dan berdedikasi, menghabiskan hari-harinya di ladang, merawat tanaman dengan penuh cinta dan perhatian. Namun, ada sesuatu yang berbeda tentang Budi. Meskipun ia terlihat hidup, ada kekosongan di matanya, seolah-olah jiwanya tidak benar-benar hadir.

Setiap pagi, Budi bangun sebelum matahari terbit dan berjalan menuju ladangnya. Tangannya yang kuat dengan cekatan menggenggam cangkul dan mulai bekerja. Ia menanam, menyiram, dan memanen hasil bumi dengan telaten. Tetangga-tetangganya sering kali memuji Budi atas ketekunannya, tetapi mereka juga memperhatikan bahwa Budi jarang tersenyum. Kehidupan Budi terasa seperti rutinitas tanpa akhir, di mana ia hanya hidup untuk bekerja dan bekerja untuk hidup.

Suatu hari, datanglah seorang pemuda bernama Andi ke desa itu. Andi adalah seorang pelancong yang mencari ketenangan dari hiruk-pikuk kota. Ia tertarik dengan kesederhanaan hidup di desa dan memutuskan untuk tinggal sementara di sana. Andi mulai memperhatikan Budi dan keheranannya tumbuh setiap hari. Ia melihat betapa kerasnya Budi bekerja, tetapi juga melihat betapa sunyinya hidup Budi.

Penasaran, Andi mendekati Budi suatu sore saat ia sedang beristirahat di bawah pohon besar di pinggir ladang. "Pak Budi, bolehkah saya bertanya sesuatu?" tanya Andi dengan sopan.

Budi menoleh dan mengangguk pelan. "Tentu saja, nak. Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Pak Budi, saya melihat Bapak bekerja sangat keras setiap hari. Tetapi, mengapa Bapak terlihat begitu sedih? Apa yang membuat Bapak merasa tidak bahagia?" tanya Andi dengan nada prihatin.

Budi terdiam sejenak, matanya menatap jauh ke arah cakrawala. "Nak, hidupku ini penuh dengan kerja keras dan tanggung jawab. Sejak kecil, aku sudah terbiasa bekerja di ladang ini. Ayahku, kakekku, semua adalah petani. Aku tidak pernah tahu apa itu kebahagiaan sejati. Bagiku, hidup adalah tentang bertahan hidup dan memenuhi kewajiban."

Andi merasa tersentuh mendengar cerita Budi. "Pak Budi, hidup bukan hanya tentang bekerja dan bertahan hidup. Ada banyak hal indah di dunia ini yang bisa membuat kita merasa hidup, seperti persahabatan, cinta, dan kebahagiaan kecil dalam setiap hari. Mungkin Bapak bisa mencoba melihat hal-hal tersebut."

Budi merenung atas kata-kata Andi. Hari-hari berikutnya, ia mulai mencoba untuk memperhatikan hal-hal kecil di sekitarnya. Ia mengobrol dengan tetangga, bermain dengan anak-anak di desa, dan bahkan mulai bercocok tanam bunga di sudut ladangnya. Perlahan tapi pasti, senyum mulai muncul di wajah Budi. Ia menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana yang sebelumnya tak pernah ia perhatikan.

Meskipun hidup Budi tetap penuh dengan kerja keras, ia tidak lagi merasa kosong. Ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bekerja dan bertahan, tetapi juga tentang menemukan kebahagiaan dalam perjalanan itu sendiri. Dan di sinilah, di desa kecil itu, Budi akhirnya menemukan arti sejati dari "hidup" yang selama ini ia cari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun