Mohon tunggu...
Aluf Wahid
Aluf Wahid Mohon Tunggu... -

Interested in Islamic studies and Literature

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review: Toward A Reform of Islamic Education (Menuju Sebuah Reformasi Pendidikan Islam)

1 Oktober 2013   15:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:08 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salah satu unsur pembangun peradaban bangsa adalah melalui pendidikan. Sedangkan hasil akhir sebuah pendidikan tergantung pada tujuan awal pendidikan itu sendiri. Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai hal tersebut. Paham rasionalisme yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga produk yang ‘dihasilkan’ pun saling memiliki ciri.

Maka ketika kita melihat pendidika Islam di Negara Barat, yang terbatas hanya pada penghafalan ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat teknis saja, membutuhkan input yang lebih efektif agar dapat mengembangkan pendidikan Islam ke arah yang praktis. Apalagi tantangan hidup di Negara Barat lebih besar dan lebih memerlukan nilai-nilai pengamalan daripada hal yang teknis. Apalagi kita tahu bahwa Islam adalah agama yang universal dan komprehensif, sehingga bisa eksis dalam lini kehidupan di manapun.

Yang menjadi persoalan lagi, sementara sistem sekolah negeri mengajarkan anak-anak untuk mengespresikan diri, mengungkapkan opini mereka dan menyuarakan hati mereka, kebalikannya di masjid-masjid dan organisasi Islam mereka harus diam dan mendengarkan. Tidak ada ruang untuk berdiskusi maupun bertukar pendapat.

Maka yang menjadi kekhawatiran kita dengan fenomena yang kontradiktif tersebut, terjadinya dualism pemikiran dan pergolakan di dalam jiwa-jiwa generasi muslim. Tetapi bukan berarti kita menafikan pendidikan Islam yang bersifat teknis seperti menghafal atau mengkaji Al-Qur’an, karena itu penting sebagai sebuah pengetahuan dasar akan al-Qur’an dan keislaman tetapi memang butuh adanyan balance dengan keilmuan-keilmuan lain yang komprehensif. Maka tak heran jika DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.

Makna dan Muatan

Untuk dapat memperoleh sebuah cara menjalankan hidup yang konsisten dengan tuntutan moralitas agama, maka kita harus tahu tujuan-tujuan dasar dari pendidikan Islam. Pertama adalah pendidikan jiwa, yang menghubungkan kesadaran dengan Tuhan dan seharusnya membangunkan kita akan tanggungjawab terhadap diri sendiri, tubuh kita, saudara kita, masyarakat kita, dan seluruh manusia secara umum. Tujuan kedua adalah pendidikan pikiran, yangdapat memahami pesan dari sumber-sumber yang terkait dengan kitab suci dan mengembangkan sebuah pengetahuan lingkungan dan manusia yang hidup di dalamnya sehingga memungkinkan untuk menemukan jalan keyakinan di dalam kehidupan sehari-hari.Tujuan ketiga, menggabungkan pendidikan jiwa dan pendidikan pikiran.

Jadi, tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya harus berangkat dari dasar-dasar pokok pendidikan dalam ajaran Islam, yaitu keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan, keaslian, bersifat praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting adalah tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi, malah juga pada lembaga-lembaga pendidikan non formal. Karena apa yang kita sebut sebagai “pendidikan Islam” adalah hal yang luas, menantang, dan operatif di berbagai level.

Sekolah Islam, Sebuah Solusi?

Dalam rangka memenangkan pertarungan untuk sebuah pendidikan yang komprehensif, banyak Muslim yang berpendapat bahwa satu-satunya solusi adalah dengan menciptakan “sekolah Islam” swasta, disubsidi oleh negara hampir seluruhnya, sebagian atau tidak sama sekali, tergantung pada sistem yang berlaku di Amerika Serikat dan berbagai negara Eropa.

Di dalam sekolah Islam, anak-anak dapat memahami esensi identitas muslim mereka dan prioritas dalam masa kecil mereka melalui hubungan mereka dengan guru dan rekan sesama siswa dan juga membutuhkan cara yang dapat membantu mereka untuk sukses di bidang ilmu lainnya. Untuk dinilai dari indikator performa, kebanyak sekolah-sekolah Islam menghasilkan statistik yang bagus dan seringkali berada di rangking atas tabel sekolah nasional dan regional terbaik.

Coba kita tengok pendidikan Islam di Perancis. Republika menuliskan bahwa lembaga pendidikan Islam di negeri mode ini berkembang dengan baik. Sejumlah sekolah Islam berdiri di Perancis. Sampai kini, sedikitnya ada empat sekolah Muslim swasta. Awalnya, sebuah sekolah didirikan di Vitrerie, pinggiran selatan Paris. Kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum pendidikan nasional Perancis, namun ada tambahan pelajaran khusus muatan lokal tentang keislaman, seperti bahasa Arab dan agama Islam. Education et Savior adalah sekolah kedua yang dibuka di Paris setelah sekolah Reussite di pinggiran Aubervilliers, utara Paris, dan yang keempat di Perancis. Dua sekolah swasta Islam lainnya adalah Ibn Rushd di Kota Lille, utara Prancis, dan Al-Kindi di Kota Lyon.

Wajar dan bahkan solusi yang tepat jika di daerah seperti Perancis, harus memiliki pendidikan Islam swasta, karena Perancis adalah negara yang menganut sekularisme atau disebut sebagai prinsip laicite (versi  sekularisme ala Perancis yang dengan ketat memisahkan antara agama dan negara). Karena banyak sekali kasus simbol-simbol agama yang mencuat di sana. Salah satunya isu jilbab.Bagi sebagian besar orang Perancis, jilbab adalah sebuah bentuk ‘pameran’ simbol-simbol agama. Oleh mereka ini dimaknai sebagai tantangan dari orang Islam terhadap prinsip utama negara Perancis yaitu laicite. Di Perancis, laicite ini dipahami bukan hanya sekedar sekuler, tapi sekularisme yang keras yang begitu anti dengan segala sesuatu yang berbau simbol-simbol agama.

Apa Saja Alternatifnya?

Tujuan dan muatan sebuah program pendidikan yang komplit di Barat menjadi sangat menuntut dan mendesak. Itu artinya bagaimana kita dapat memindahkan sebuah pengetahuan dari sumber-sumber kitab suci yang akan mencerahkan hati dengan keyakinan dan membangun pikiran untuk memahami diri dan umat manusia tapi juga berkenaan dengan adanya pengetahuan yang mendalam mengenai lingkungan budaya dan social, baik itu dalam hal sejarah, kemanusiaan, secara luas, bidang ilmu dan sains.

Mengutip pendapat Abou El Fadl dalam buku American Islam yang ditulis oleh Paul M. Barret, ia mengatakan bahwa pendidikan Barat memberi kunci-kunci untuk mampu mendekati tradisi (Islam) klasik dan memahami serta melihatnya dengan sudut pandang tertentu. Tetapi Naquib al-Attas berpendapat berbeda. Ia mengatakan bahwa ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.

Dari berbagai pandanga tersebut, yang terpenting bahwa kita harus merevisi dan mereformasi pendekatan kita di dalam pendidikan Islam di sekitar sekolah. Langkah awal adalah dengan memperhatikan kebutuhan generasi muda Muslim dengan mempertimbangkan pendidak Islam dan kebutuhan kehidupan yang seimbang (semisal intelektual, social dan atletik) dengan melibatkan pihak-pihak terkait seperti organisasi Islam.

Yang harus diperhatikan pula adalah usia anak, program sekolah, dan pola hidup. Maka mungkin untuk memikirkan mengenai program pendidikan agama kontekstual. yakni dengan mengaitkan esensi ayat Al-Qur’an pada realita, dan membawa sumber hidup (dalam kesadaran kaum muda dan dewasa) dengan memberikan prioritas pada dinamika dan aspek praktisnya. Pengajaran moralitas juga menjadi hal yang penting ketika hal tersebut dipraktekkan ke dalam kehidupan nyata.

Kemudian mereka juga diberi wawasan tentang aktivitas budaya yang sesuai dengan referansi dunia Barat dan terkait dengan pengalaman hidup dari orang yang terlibat yang secara alami akan menunjukkan pada mereka bahwa menjadi orang Islam tidak semata memiliki budaya Timur saja, tetapi belajar terbuka terhadap semua budaya sehingga dapat melihat secara bijak apa yang sesuai dan tidak dengan nilai-nilai Islam.

Kesimpulannya adalah bahwa tujuan akhir pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup seseorang Muslim. Pendidikan Islam itu sendiri hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan tujuan akhir (QS. Al-Dzariat: 56). Tujuan hidup Muslim ini pula yang menjadi tujuan pendidikan di dunia Islam sepanjang sejarahnya, semenjak jaman Nabi Muhammad saw hingga sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun