Mohon tunggu...
Widyanarto Wibowo
Widyanarto Wibowo Mohon Tunggu... Gigolo -

Saya menyukai forensik data makroekonomi, spekulan mata uang, belajar banyak dari manajer investasi lulusan MIT, para bankir Goldman Sachs NY, turing motor, dan penyuka parfum Armani. Saya ingin menjelaskan tren makroekonomi dengan data historis serta bahasa yang sederhana dan semoga mudah dipahami pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kredit Macet Komersial Semakin Mengancam Perbankan

27 Agustus 2017   21:34 Diperbarui: 27 Agustus 2017   23:28 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu indikator makro yang terus saya awasi adalah NPL perbankan, dalam tulisan sebelumnya  http://www.kompasiana.com/altitudeextreme/5992d1df2d7acb261c6f1233/data-lain-rontok-yang-ini-malah-meroket

saya membahas NPL secara sistematis hingga berkesimpulan bahwa gejala awal failure di perbankan semakin meningkat dan menunjukkan resiko sistemik yang meluas dan pada hari ini saya mendapat update dari Kontan,http://keuangan.kontan.co.id/news/jurus-bankir-atasi-npl-sektor-komersial

"Berdasarkan catatan KONTAN, dari lima bank besar yang masuk kategori BUKU IV (modal inti diatas Rp 30 triliun) hampir seluruhnya mencatat kenaikan NPL sektor komersial.

Bahkan angka NPL komersial BRI, CIMB Niaga dan Bank Mandiri mencapai 7,02%, 7,8% dan 10,7%. Padahal jika dilihat NPL industri perbankan pada periode sama Juni 2017 hanya 2,96% atau turun 9bps secara tahunan atau year on year (yoy)."

WOW!, that's unbelievable! sebagai catatan singkat NPL yang diperbolehkanhttp://financial.id/newsreader/728

Sebelumnya beberapa liputan membahas hanya di tingkat BPR saja dan kini merambah ke bank besar! dan inilah yang disebut sistemik yang sesungguhnya, jangan dalam bayangan persentase jika mengingat safety checkperbankan, yang terdapat dalam angka yang sesungguhnya mengandung doom loop dari sistem perekonomian yang bisa disebut sudah disconnected.

 Saya menjelaskan hal ini bahwa pengaruh ke indikator makro yang lain tentu nantinya akan menghasilkan dismiss yang tinggi pula, karena setiap rupiah yang di sistem kreditkan perbankan seperti mencetak uang dari sebuah cek kosong, dan ketika akan normalisasi hal itu dihadapkan kemungkinan yang akan lebih buruk yaitu kepailitan artinya dari likuiditas dua sisi telah telah terancam berkurangnya konsumsi karena kepailitan berujung pada PHK,dsb dan resiko sistemik perbankan sendiri karena tidak adanya likuiditas yang cukup, dan biasanya hal ini bisa tiba tiba terjadi, so technical glitch pada sistem ATM baru baru ini bisa memberi gambaran resiko sistemik yang ada dengan pengikatan ke sistem digital. Really folks, for me it's just a ticking time bomb.

Mungkin tiba bagi saya saatnya melakukan pre emptive dari resiko perbankan, say let's cash in folks!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun