Mohon tunggu...
Abdul Latip
Abdul Latip Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Belajar sepanjang Hayat | Lecture | alatip0212@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemilih Pemula dalam Perspektif Perkembangan Psikologi Remaja

26 September 2018   14:08 Diperbarui: 30 September 2018   12:26 1890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: regional.kompas.com

Suasana tahun politik menjelang pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif 2019 sudah terasa sejak adanya pilkada serentak beberapa bulan kebelakang. Suasana tersebut akan semakin terasa kala KPU secara resmi membuka kampanye pileg dan pilpres per hari Minggu, 23 September 2018.

Semua elemen masyarakat dari mulai masyarakat elit sampai masyarakat biasa mulai bicara tentang politik, tak terkecuali di Desa dari berbagai kalangan pun mulai ramai mendiskusikan tentang politik. Bahkan ibu rumah tangga pun yang saat ini dikenal dengan sebutan emak-emak sudah lebih dulu membicarakan hangatnya perpolitikan yang terjadi akhir-akhir ini.

Kalangan lain yang tampaknya mulai menunjukkan gelagat pada dunia politik adalah kalangan pemilih pemula, pemilih pemula merupakan pemilih yang baru memasuki usia 17 tahun dan akan memiliki hak pilih untuk pertama kalinya dalam pemilu 2019 nanti. Saat ini para pemilih pemula rata-rata sedang menempuh sekolah menengah atas (SMA atau SMK).

Jumlah pemilih pemula pada pemilu 2019 memiliki angka yang lumayan banyak, lantas akan seperti apa suara para pemilih pemula pada pemilu 2019 nanti? Dan bagaimana sebenarnya sikap dan karaktersitik pemilih pemula terhadap dunia politik?

Karakteristik Umum Pemilih Pemula

Secara umum para pemilih pemula belum memiliki pandangan politik yang ajeg, pandangan politik mengenai pilihan dalam pileg dan pilpres sedikit banyak masih dipengaruhi oleh pandangan politik orang tua atau orang di sekitarnya. Namun berdasakan pengamatan langsung, tidak jarang mereka pun berbincang kecil mengenai pandangann politiknya bersama teman seumurannya, meski demikian secara keseluruhan pandangan politik para pemilih pemula sangat mengikuti suara di keluarganya.

Narasi yang mereka sampaikan dan perbincangkan bersama teman-temannya ketika bicara politik masih didasarkan pada menurut orang tua mereka atau dengan kata lain mereka menggunakan kalimat "kata orang tua aku" yang ini lebih baik daripada yang itu, yang ini harus dipilih, yang itu jangan dipilih.

Alasan-alasan mengenai pandangan politik para pemilih pemula memang belum murni buah dari gagasan mereka secara pribadi, semuanya masih mengalir begitu saja tanpa banyak berpikir tentnag dampak pilihannya. Namun demikian jika mengacu pada perkembangan psikologi remaja, maka pemilih pemula merupakan pemilih yang bisa diarahkan menjadi pemilih rasional.

Kenapa pemilih pemula (remaja) bisa diarahakan menjadi pemilih rasional?

Dalam perkembangan psikologi remaja khususnya dalam perkembangan segi kognitif (kemampuan berpikir), para pemilih pemula memiliki gambaran sebagai berikut:

Kemampuan intelektualnya mulai dapat berpikir logis mengenai gagasan yang bersifat abstrak
Bagi para pemilih pemula dan mungkin sebagian pemilih dari kalangan lain, dunia politik mungkin tampak abstrak, hal tersebut dikarenakan pandangan politikmya tidak memberikan dampak yang begitu nyata dan signifikan untuk kehidupannya.

Dengan kata lain mereka berpendapat bahwa dengan si A jadi presiden atau si B yang jadi presiden atau dengan memilih partai tertentu tidak terlalu memberikan pengaruh untuk keberlangsungan kehidupannya.

Anggapan-anggapan demikian mestinya bisa dihilangkan dari benak para pemilih, khususnya para pemilih pemula. Untuk menghilangkannya perlu usaha edukasi dan sosialisasi yang lebih mengena dan tepat untuk para pemilih pemula, upaya yang dilakukan ini bertujuan agar kemampuan logis para pemilih pemula bisa terasah dengan baik sehingga pilihannya lebih rasional dan tentunya akan berdampak baik untuk keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

Terapkan kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan serta memecahkan masalah
Kegiatan kognitif tingkat tinggi merupakan modal penting bagi pemilih pemula agar pilihannya rasional, terutama keterampilan dalam membuat keputusan. Pemilih yang rasional tentunya menentukan pilihan tidak asal-asalan, semuanya didasarkan pada hal-hal yang bersifat objektif dan memperhatikan berbagai pertimbangan yang matang.

Jika kegiatan kognitif tingkat tinggi ini dapat diarahkan dan diasah dengan baik melalui edukasi yang tepat, maka diharapkan akan hadir pemilih pemula yang lebih objektif dan rasional sehingga pilihan mereka merupakan keputusan terbaik yang akan berdampak pada demokrasi di Indonesia yang lebih sehat.

Luaskan wawasan berpikirnya, meliputi agama, keadilan, moralitas dan identitas (jati diri)
Secara perkembangan psikologi remaja, pemilih pemula sebenarnya sudah mulai membuka wawasan tentang berbagai hal, termasuk dunia politik. Semakin luasnya wawasan berpikir para pemilih pemula perlu difasilitasi dengan berbagai kegiatan, media, sumber atau rujukan yang terpercaya. Jangan sampai para pemilih pemula disajukan dan terjebak dengan berbagai sumber wawasan yang mengandung hoaks.

Wawasan mengenai dunia politik yang semakin luas dengan sumber yang terpercaya akan membuat pemilih pemula semakin rasional, mereka akan mengetahui banyak informasi yang terpercaya mengenai calon-calon pemimpin dan partai peserta pemilu. Dengan demikian pilihan mereka pun tidak asal memilih, namun pilihan mereka merupakan yang rasional berdasarkan pada fakta-fakta di lapangan.

Gambaran perkembangan kognitif pada remaja tersebut menunjukkan bahwa para pemilih pemula merupakan kalangan yang perlu mendapat perhatian. Selain mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi, merka juga perlu diarahkan menjadi pemilih pemula dengan berbagai cara, diantaranya edukasi, sosilisasi dan memberikan fasilitas yang mampu memberikan wawasan luas mengenai kandidat peserta pemilu.

Dengan usaha demikian diharapkan akan menambah jumlah pemilih rasional, sehingga bisa mengurangi pemilih yang asal memilih, pemilih yang terjebak dengan berita hoaks atau pemilih yang terlena dengan praktik transaksional. Semakin banyak jumlah pemilih rasional dalam pesta demokrasi akan menjadikan demokrasi lebih sehat dan membuahkan hasil kontestasi yang mencerminkan harapan semua masyarakat.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun