Pemuda Gen Z sekarang tergantung pada sosial media karena sosial media sangat cepat dalam memberikan informasi-informasi yang ramai dan membuat pemuda Gen Z semangat dalam bermain sosial media.
"Tergantung (kampanye yang muncul), condong paslon tertentu. Positif yang disukai, negatif untuk paslon lain," ujar Arsila mahasiswa Ilmu Komunikasi UII.
Ia mengamini jika media sosial mampu menjadi ruang gimmick yang sempurna, salah satu temannya membuat konten di TikTok dan berujung mendapat hampers dari salah satu partai. Fenomena-fenomena seperti ini dianggapnya menutupi fakta dan tidak rasional.
"Gimmicknya menutupi fakta, gak rasional lagi. Temenku viral sampai FYP karena nangisin paslon, sampe dikirim paket (hampers) sama salah satu parpol pengusung," ujarnya.
Ia berharap para kandidat menyadari jika Gen Z sebagai digital native adalah sosok yang rasional sehingga tak hanya konten gimmick yang ditampilkan namun juga edukatif dan interaktif.
"Justru Gen Z melek digital dan rasional, harusnya buat kampanye dengan cara edukatif, jelas memaparkan visi-misinya dan juga interaktif," tandasnya.
Sebagai informasi kini para paslon mulai aktif membuka forum diskusi di berbagai daerah dengan nama-nama unik seperti Desak Anies, Gibran Mendengar, dan Tabrak Prof. Tak hanya itu mereka juga kerap berdiskusi di
 media sosial seperti live TikTok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H