Tersangka kasus suap sengketa pilkada dan mantan ketua MK, Akil Muchtar, sungguh saya iba kepadanya. Tak seperti tersangka-tersangka KPK lainnya, Akil ini sungguh berbeda. Serupa anak yatim nan piatu, tidak ada yang membela dirinya. Dia sendirian saat ini. Bahkan sampai saat ini sepengetahuan saya, belum ada pengacara yang mewakilinya di media massa. Sungguh menyedihkan, akil tidak ada massa ataupun konstituen yang membela sebagaimana seorang politisi ketika menjadi tersangka.
Di media sosial maupun televisi, tak ada yang mengasihani Akil atau setidaknya berkomentar netral . Bahkan kolega dan bekas koleganya di MK tak secuilpun mengeluarkan komentar pembelaan, semua cenderung mengamini KPK. Apalagi berkas partai yang pernah menaunginya, semua berlepas tangan, enggan mendekap Akil yang sekarang berlumur lumpur noda.
Coba bandingkan, dengan para tersangka korupsi yang ditangkap KPK yang lain, terutama dari kalangan petinggi partai. Hanya dalam hitungan jam, sudah ada konferensi pers, dari kolega mereka di partai yang membela dan mengatakan ini semua ada konspirasi, fitnah, dan sebagainya. Tidak ada demo tandingan yang membela Akil, yang ada hanya demo yang semuanya mengecamnya.
Ada yang bilang seorang pelaku korupsi pasti memiliki kawan dan sahabat, karena itu tindakan korupsinya berhasil dilakukan.Selain itu, pelaku korupsi royal mengeluarkan uangnya, suka membagi kepada orang di dekatnya, sebab ia mendapatkan uang dengan mudah. Pertanyaannya, dimana para “sahabat dan temannya” itu?
Saya teringat kisah Fir’aun yang mengaku tuhan itu. Menurut hikayat, Fir’aun seorang raja yang sangat pemurah. Setiap hari ia menyembelih 1000 domba dan mengajak seluruh rakyatnya makan bersamanya. Karena itulah ia bisa berkuasa selama ratusan tahun. Tak ada yang mengkhianatinya atau yang memberontak saat ia menjadi raja. Ia kenyangkan semua kroni-kroninya. Sampai Nabi Musa membuatnya tenggelam di laut bersama para pengikutnya. Menurut hikayat itu pula, di akhir-akhir kekuasannya, Fir’aun cenderung pelit, sembelihan domba untuk menjamu rakyatnya kian hari berkurang. Ia tidak lagi royal. Di hari kematiannya, dia cuma menyembelih 10 domba.
Tentu saja Akil tak sama dengan Fir’aun. Fir'aun runtuh oleh Nabi Musa sedangkan Akil Muchtar rebah oleh "Nabi" sang juru selamat Indonesia bernama KPK. Tapi pikiran awam saya sering bertanya apakah Akil bersalah? belum tentu. Sama belum tentunya ia tidak bersalah. Ia baru tersangka, belum terpidana. Kasihan si Akil, si “yatim piatu”.
Terima kasih sudah membaca kebodohan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H