Mohon tunggu...
Ahmad Taswin
Ahmad Taswin Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Gemar menulis hal yang remeh temeh sahaja

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Susahnya Nonton Bola di Negeri Ini

27 April 2013   23:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:30 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh betapa susahnya nonton bola di negeri ini. Entah kalimat mana lagi yang cocok diucapkan. Bagi kami yang bermukim di daerah perbatasan yang harus memakai antenna parabola, nonton bola terutama liga-liga eropa adalah sebuah kemewahan. Kami mesti berlangganan tv berbayar agar kanal yang menyiarkan liga-liga itu tidak diacak. Dan yang paling memiriskan hati adalah TVRI yang biaya operasional dari pajak rakyat itu, turut diacak saat menyiarkan liga Italia. Ada suara tapi tak ada gambar. Zalim sekali ini!

Apalagi saat perhelatan akbar sepakbola semacam Piala Dunia atau Piala Eropa, banyak masyarakat kami yang harus menumpang nonton di rumah tetangga yang berpunya. Saya ingat sekali, ketika Piala Eropa tahun kemarin. Saya dan warga yang tak mampu berlangganan tv berbayar, harus ke alun-alun kota atau ke rumah Calon Walikota yang mengadakan nobar, hanya untuk menonton siaran langsung piala eropa. Tak jarang, harus berbasah-basah karena hujan, dini hari pula.

Kalau harus berlangganan tv berbayar okelah, sebab kapitalisme memang sulit dibendung. Tapi celakanya, liga-liga itu disiarkan oleh tv berbayar yang berbeda-beda. Contoh, Liga Inggris dan Liga Spayol tidak disiarkan oleh tv berbayar yang sama, demikian juga Liga Champion, Liga Italia, Liga Prancis, dan Piala FA. Artinya, kalau mau nonton semua liga tersebut, kami harus berlangganan 3 atau 4 tv berbayar. Gila apa?

Baru-baru ini ada kehebohan di daerah saya, saat ISL sempat diacak oleh TVONE dan ANTV dari parabola, para penggemar liga lokal itu rame-rame terpaksa berlangganan tv berbayar. Eh, tiba-tiba ISL ditayangkan lagi di parabola. Edan gak?

Kemudian kabar lain yang tak kalah mengejutkan datang, Liga Inggris sebagai liga yang paling digemari, mulai tahun depan tidak lagi ditayangkan oleh tv yang sekarang menayangkannya. Itu artinya musim depan harus ganti tv langganan. Sungguh terlalu?

Melalui tulisan ini, saya yang bodoh ini, ingin bertanya mengapa kami masih harus memakai antenna parabola untuk bisa menonton chanel tv nasional? Mengapa kami belum bisa pakai antenna UHF seperti di kota propinsi? Selain harganya yang mahal, parabola itu ribet, kalau kena angin kencang sedikit, goyang dan hilanglah siarannya. Mohon pemerintah melalui Menkominfo, bagaimana kami ini? Kami juga berhak mendapatkan informasi dan hiburan dengan mudah dan murah seperti yang lain.

Salam dari perbatasan.

[caption id="attachment_257536" align="aligncenter" width="390" caption="m.dakwatuna.com"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun