Teknologi telah membawa perubahan besar dalam pemasaran, membuatnya lebih cepat, personal, dan luas jangkauannya. Namun, di balik kelebihan tersebut, ada tantangan yang tidak bisa diabaikan, seperti isu privasi data, ketergantungan pada algoritma, dan penyalahgunaan iklan digital. Artikel ini membahas dampak negatif pemasaran berbasis teknologi, mengapa hal itu menjadi masalah, serta cara perusahaan mengelolanya dengan bijak.
Salah satu dampak negatif utama adalah isu privasi data. Perusahaan mengumpulkan data pribadi konsumen, seperti riwayat pencarian, lokasi, dan preferensi pembelian, untuk menciptakan iklan yang lebih personal. Menurut laporan Statista, 79% konsumen khawatir tentang penggunaan data pribadi mereka oleh perusahaan. Perusahaan mengumpulkan data tanpa izin atau pemahaman konsumen, yang memunculkan. Peretas dapat mencuri identitas atau memanipulasi perilaku belanja akibat penyalahgunaan data. Selain itu, iklan yang terlalu personal membuat konsumen merasa diawasi, menurunkan kepercayaan terhadap merek atau platform digital tertentu.
Ketergantungan pada algoritma platform besar seperti Google, Facebook, dan Instagram juga menjadi tantangan. Algoritma ini menentukan bagaimana konten dan iklan ditampilkan kepada audiens. Perubahan algoritma yang tiba-tiba dapat merugikan bisnis, terutama usaha kecil yang kesulitan menyesuaikan strategi dengan cepat. Misalnya, perubahan aturan jangkauan organik memaksa bisnis meningkatkan anggaran iklan berbayar agar audiens dapat melihatnya. Bagi usaha kecil, situasi ini menciptakan tekanan finansial karena pemasaran digital merupakan sumber utama promosi mereka.
Selain itu, penyalahgunaan teknologi dalam pembuatan dan distribusi iklan juga menjadi perhatian. Beberapa perusahaan menggunakan teknik manipulatif, seperti menampilkan informasi yang tidak sepenuhnya benar, menciptakan rasa urgensi palsu, atau menggunakan clickbait. Menurut sebuah laporan dari Advertising Standards Authority (ASA), "Iklan yang bersifat manipulatif dapat merusak kepercayaan konsumen dalam jangka panjang dan menciptakan persepsi negatif terhadap merek tersebut." Praktik ini merugikan konsumen dan merusak reputasi perusahaan. Konsumen yang merasa tertipu akan kehilangan kepercayaan pada merek. Untuk itu, perusahaan perlu mengedepankan transparansi dan memberikan informasi yang jujur kepada konsumen. Platform dan regulator perlu meningkatkan pengawasan terhadap iklan digital guna meminimalkan praktik manipulatif.
Tingginya iklan digital juga menyebabkan fenomena ad fatigue, di mana konsumen merasa kewalahan oleh banyaknya iklan yang mereka temui. Menurut eMarketer, 42,7% pengguna internet global menggunakan pemblokir iklan pada 2023. Ini menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang terlalu agresif bisa menjadi kontra-produktif. Ad fatigue membuat konsumen mengabaikan  iklan,  sehingga efektivitas pemasaran  menurun.  Untuk  mengatasinya, perusahaan perlu mengutamakan kualitas daripada kuantitas iklan. Kampanye pemasaran yang kreatif, relevan, dan memberikan nilai kepada konsumen lebih efektif dibandingkan dengan iklan yang terlalu sering muncul.
Ketimpangan daya saing juga menjadi tantangan dalam pemasaran berbasis teknologi. Meskipun teknologi memungkinkan siapa saja memasarkan produknya, perusahaan besar memiliki keunggulan karena anggaran yang besar. Perusahaan dengan anggaran lebih besar mendominasi iklan berbayar di platform digital dan lebih sering tampil di hadapan audiens. Usaha kecil harus bersaing dengan merek besar, sering kali dengan sumber daya terbatas. Untuk mengatasi hal ini, usaha kecil dapat memanfaatkan pemasaran organik, kolaborasi dengan mikro influencer, dan membangun komunitas lokal guna meningkatkan loyalitas pelanggan.
Teknologi telah membawa perubahan besar dalam pemasaran, tetapi dampak negatifnya tidak bisa diabaikan. Dari isu privasi data, ketergantungan pada algoritma, hingga penyalahgunaan iklan digital, tantangan-tantangan ini menegaskan pentingnya penggunaan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab. Bisnis perlu memahami bahwa keberhasilan jangka panjang tidak hanya bergantung pada kecanggihan teknologi yang digunakan, tetapi juga pada penerapan teknologi yang etis dan berorientasi pada konsumen. Dengan mengelola dampak negatif ini, bisnis dapat terus menggunakan teknologi sebagai alat pendukung pertumbuhan tanpa mengorbankan kepercayaan konsumen.
Alsya Zilvanzani Zavitra adalah mahasiswa semester 7 Program Studi Matematika di Universitas Pamulang. Dengan latar belakang di bidang matematika, penulis menawarkan sudut pandang berbasis analisis logis terhadap isu-isu pemasaran berbasis teknologi. Harapannya pendekatan ini dapat memberikan wawasan segar bagi pembaca dalam memahami tantangan dan peluang di dunia pemasaran digital.
Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas Kewirausahaan yang dibimbing oleh Ibu Alfi Maulani, S.Si., M.Si., di Universitas Pamulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H