Mohon tunggu...
Antonius Lucas Subekty
Antonius Lucas Subekty Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Isteri Lusiana Maria Widya Permana Sari Anak 1 Felisitas Arum Permana Nina Prastiwi Anak 2 Agata Laras Permana Gita Prastiwi Anak 3 Antonius Satya Permana Tyas Prastiwi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadi Komentator atau Aktor?

11 Oktober 2015   13:37 Diperbarui: 11 Oktober 2015   14:11 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup dengan perjuangan sudah dialami sejak pertemuan sel telur dan sperma dalam rahim bunda. Fakta biologis ini menggambarkan bahwa ‘bertindak’ itu kunci keberhasilan. Meski demikian, butuh dorongan dari dalam untuk setia pada proses: mau selalu jadi aktor daripada komentator. Sebab apa? Komentator terkesan lebih mudah: cuma bicara dan apa saja boleh! Tunggu dulu, Bro! Belum tentu juga lho… Itulah obrolan keluarga Krebsol Kepiting bersama Yuyuteniki mamanya kembar Beyesiulala dan Pithinggero. Mereka rajin ngobrol dan membahas topik ringan dan menarik di seputar kehidupan sehari-hari. Ada kesan berbicara dan berteori itu lebih meyakinkan. Padahal giliran sampai pada praktek butuh keberanian eksekusi ‘on the spot’. Sikap jelas dan tegas ini disampaikan Krebsol dalam obrolan di rumah. Di samping itu, sebagai orangtua mereka konsisten melakoni yang biasa dikatakan dan diajarkan kepada anak-anak. Jadi klop antara penjelasan dan prakteknya!

Ternyata kebiasaan yang sederhana dilakukan tiap hari itu berdampak besar dalam kehidupan internal dan eksternal. Kenapa? Komunitas Ini mengamati bahwa ada trend menarik. Individu yang keluar dari keluarga harmonis menghasilkan kualitas individu dan keluarga yang bertanggungjawab dan bisa dipercaya! Ini menjadi bahan pembelajaran dengan mengundang kuartet Bufalembo, Bufabonitu, serta kembar: Beyesiulala – Pithinggero.
Sederhana saja jika disimpulkan apa yang dikatakan. Terbukti jadi aktor jauh lebih berdampak positif daripada komentator. Jadi aktor sudah mengalami proses belajar lebih lama. Menguasai materi dan mampu mengeksekusi sesuai SOP dan punya tujuan akhir jelas serta terukur. Bagaimana dengan komentator? Boleh saja, tetapi proporsional. Awali dulu sebagai aktor. Menyiapkan dengan baik dan lengkap lalu menindaklanjuti dengan praktek kerja nyata. Dari situ diperoleh hasil dari praktek yang didasari teori kuat. Aplikasi ini bermanfaat sebagai panduan bagi yang mau belajar. Jadi komentator tetap perlu, asalkan sudah pernah melakukan dan setia pada proses. Aktor pun punya tanggungjawab besar selalu rajin belajar dan meng- ‘update’ serta ‘upgrade’ ilmu yang jadi landasan praktek itu. Satu lagi kelebihan Komunitas Ini. Membuka kesempatan banyak individu berperanserta nyata. Di sini bisa! Di situ?

Saatnya mendengarkan suara hati…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun