Oleh: Alsumatrany
Rangkaian penembakan yang terjadi di Tanah Rencong belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Insiden penembakan terbaru menimpa tiga buruh bangunan di Aneuk Galong, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Aceh Besar, Kamis (5/1/2012) malam. Peristiwa ini hanya berselang lima hari dari penembakan yang terjadi malam tahun baru di Kabupaten Bireuen, dan Kota Banda Aceh yang merupakan tetangga Aceh Besar. Belum berhasil pihak kepolisian mengungkap pelaku sebelumnya, kembali terjadi insiden serupa yang tak jelas pelakunya.
Insiden yang mendapat kutukan dari masyarakat Aceh ini kembali memunculkan spekulasi tentang siapa aktor intelektual di belakangnya dan apa motif yang ingin dicapai?. Spekulasi ini terus menyeruak ke permukaan mengingat hingga kini pihak kepolisian belum bisa mengungkap dan mengumumkan motif para pelaku rangkaian penembakan di Aceh. Padahal senjata di era konflik sudah dimusnahkan dan kedamaian sedang dirasakan masyarakat.
Ada yang mulai mengaitkan peristiwa itu dengan upaya mengacaukan dan menggagalkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh yang dijadwalkan 16 Februari 2012. Opini lain juga terbentuk sebagai pengalihan isu sensitif di level nasional yang sengaja didesain di Aceh dan daerah lain yang rentan konflik, seperti Papua, Maluku dan Palu. Bahkan, ada pendapat rentetan peristiwa yang tak terungkap hingga kini ini, sengaja diciptakan untuk terjadi konflik lagi agar menguntungkan pihak tertentu di republik ini.
Tapi dari sekian spekulasi yang bermunculan mulai tak terkontrol lagi. Isu anti pendatang atau etnis tertentu yang berkembang di luar Aceh patut mendapat perhatian. Karena isu yang berkembang tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan bisa mencoreng wajah Aceh yang selama ini terbuka serta tak anti orang luar atau pendatang. Banyak orang luar yang menikmati dan mencari rezeki dengan hidup berdampingi bersama orang Aceh.
Isu yang mengaitkan anti pendatang dan etnis tertentu ikut mendapat kecaman dari masyarakat Aceh. Karena masyarakat Aceh terbuka untuk siapa saja yang datang tanpa membedakan etnis, daerah asal dan agamanya. Siapapun yang datang ke Aceh tidak akan terusik, asal tidak melanggar hukum negara dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Keterbukaan orang Aceh sudah diperlihatkan sejak tempo dulu ketika pendatang dari mancanegara datang untuk berdagang atau tujuan lain yang tak mengganggu norma-norma setempat.
Makanya, rakyat Aceh wajar marah terhadap pelaku penembakan dan berkembangnya isu anti pendatang di Bumi Serambi Mekkah. Karena orang luar bisa bekerja di berbagai kabupaten/kota di Aceh tanpa terusik dan tanpa ternganggu aktivitasnya hingga penembakan misterius mulai terjadi. Konflik antarsuku dan etnik juga sangat langka terjadi di Aceh. Jadi, wajar bila banyak kalangan di Aceh marah dan mengutuk setiap insiden penembakan yang terjadi terhadap siapa saja.
Rangkaian peristiwa dengan target dan senjata yang digunakan makin menegaskan kalau pelaku bukan orang biasa. Apalagi, pelaku begitu cepat beraksi dan begitu cepat melarikan diri hingga tak terdeteksi aparat keamanan. Dari rangkaian penembakan bisa disimpulkan kalau mereka tak punya tujuan untuk merampok, seperti sejumlah kasus bersenjata yang terjadi di luar Aceh.
Tapi nampak sekali kalau pelaku cukup terlatih untuk mengemban tugas yang butuh koordinasi dan punya arahan beroperasi di sejumlah tempat tertentu. Tak tertutup kemungkinan rangkaian peristiwa ini dilakukan secara terorganisasi dan punya tujuan tertentu yang ingin dicapai. Karena pelaku cukup terlatih menggunakan senjata dan membidik targetnya hingga luput dari pantauan dan incaran jaringan intelijen di negeri ini.
Ini menjadi tugas bersama, terutama pihak kepolisian dan seluruh aparat keamanan termasuk masyarakat agar bisa mengungkapkan dalang di balik rangkaian penembakan. Karena sebelum rangkaian penembakan terjadi sudah gencar di gelar simulasi operasi khusus oleh pasukan terlatih di sejumlah tempat di Aceh. Maka wajar bila masyarakat berharap pasukan terlatih antiteror beserta perangkat intelijennya bisa bekerja maksimal mengungkap para pelaku sadis yang masih membingungkan.
Perlu diketahui bahwa masyarakat Aceh pernah merasakan pengalaman rangkaian penembakan. Kala itu dikenal dengan nama Petrus (Penembakan misterius) di awal berkecamuknya konflik pascapencabutan status Daerah Operasi Militer (DOM). Saat itu sasaran penembakan ditujukan kepada orang yang dicurigai anggota Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM). Tapi sulit dideteksi anggota AGAM yang sebagian baru pulang dari luar negeri dan turun gunung. Akhirnya orang bertubuh kekar mengenderai sepeda motor gede, semisal RX King menjadi sasaran Petrus.
Kini masyarakat Aceh sangat ingin tahu siapa dalang dan tujuan para pelaku yang menganggu ketentraman kebersamaan di Bumi Iskandar Muda. Karena rakyat Aceh tidak ingin lagi kembali ke era konflik dulu yang penuh dengan peperangan, mayat-mayat yang bersimbah darah di jalanan, kehilangan orang tercinta dan perekonomian terpuruk. Padahal hingga kini belum ada keadilan yang ditegakkan terhadap pelaku yang menyebabkan korban masyarakat pada era DOM dan konflik.
Kedamaian yang tercipta telah membuat masyarakat Aceh mulai menikmati masa depannya tanpa kekerasan dan dendam. Aktivitas ekonomi kembali berputar dan bisa menikmati suasana damai siang dan malam. Sejumlah pendatang, pekerja dari luar Aceh, turis domestik dan mancanegara ikut merasakan kedamaian di Bumi Serambi Mekkah.
Ini tugas besar yang harus diemban oleh pihak kepolisian dan aparat keamanan di Aceh agar segera mengungkapkan pelaku penembakan dan aktor intelektual yang terlibat. Ini penting agar image Aceh yang menerima siapapun yang berkunjung atau mencari rezeki di Tanah Cut Nyak Dhien ini tak tercoreng. Sehingga orang Aceh dan luar Aceh bisa kembali menikmati kedamaian di Tanah Rencong. Kedamaian itu begitu indah, bagi orang Aceh dan luar Aceh.()
*Penulis berdomisili di Banda Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H