Liburan Sabtu minggu  membuat  saya dan istri bisa leluasa untuk melihat tayanga tv digital yang kebetulan juga  baru sebulan ini saya menggunakan STB yang tentu bukan bantuan yang dari pemerintah, membeli  sendiri  untuk televisi lama yang ada di rumah kam. Semua harus menjadi saksi seperti ketika saya  bisa melihat siaran televisi sekitar media tahun 1980an itu saja tv kami masih hitam putih dan siarannya adalah TVRI sebagai corong pemerintah selain itu tidak ada.
 sekitar sepuluh tahun kemudian angi segar itu muncul lagi era ketika  keluarga Cendana bisa mengudarakan tv swasta pertama kali yang membuat kami senang adalah bisa menangkap tayangan tv swasta nasional pertama ini dengan alat sederhana yakni tuner tv.Â
Era kegelapan tv berangsur mulai terang dengan banyaknya tv berbayar, tv langganan, dan regulasi yang memihak pada penonton (rakyat) sebagai peletak dasar industri pertelevisian era Orde baru di ujung masanya sudah mengetahu bahwa kekuatan media massa saat itu adalah fakta dan ini terbukti sampai sekarang semua pemilik industri Tv nasional sepertinya otomatis menjadi tokoh politik nasional ( sperti hari tanoe dengan MNCTv  atau surya paloh yang  dengan media grupnya dan Chaerul tanjung  denga trans tvnya serta penguasa-penguasa tv lokal  )
Sebagai industri hiburan sekarang tv juga mampu mempengaruhi bisnis, politik dan hukum dan inilah yang terjadi bisa jadi penekan penguasa dan juga koreksi namun terganjal oleh aturan UU ITE dan juga aturan  UU penyiaran seakan pengusaan tv  sebagai kekuatan sosial politik mengecil  dan menjadi kekuatan sosial budaya ansich ( hiburan  semata).
Sehingga menjadi tidak fair bila ternyata tv swasta nasional minim edukasi dan malahan memperbesar ranah hiburannya, sebab gunting UU ITe dan juga UU penyiaran " mengerdilkan "inisiatif dan sebagai kekuatan  kelima demokrasi kita itu fakta.
Kembali ke tv lokal yang menarik
Setelah melihat tayangan tv  di gital lebih dari tiga bulan saya berkesimpulan bahawa tv lokal di jogja harus belajar banyak dari TVRi Jogja  terutama siaran lokalnya, sebab tv lokal masih banyak yang belum membumi dan masih terbawa para pemilik modal dan terpengaruh  induknya  yang sedikit banyak mempengaruhi pola siar dan pola pikir pengelola tv swasta lokal  saat ini.
Semua orang menjadi maklum di tengah isu resesi ini orangbanyak butuh hiburan namun jangan orang juga tidak butuh iformasi yang kelokalan inilah ceruk yang harus di jadikan pijakan bagi pengelola tv swasta lokal yang ada di Jogja adalah bisa membuat materi kelokalan yang benar-benar lokal dan  bukan adopsi  dari acara Jakarta atau Kpop yang masih trend saat ini.
Bagaiamanpun kehadiran tv lokal  di Jogja bisa membantu menghibur dan juga peluang bisnis lokal broadcaster yang multieffet industri TI  bisa  bejalan lancar  dan  penyerapan tenaga broadcaster juga lancar.
Kenyataan  masih banyak tv swasta lokal yang masih seadanya mengelolanya karena faktor X dana dan juga manajemen suberdaya yang masih di sambi kerja tetap  dan inilah yang menjadi stagnan program yang menarik bagi kami lewat jariangan di gital yang gratis ini.
Harapan tentu saja ada tetapi bagaiamana mewujudkannya karena tv di gital sekarang bertarung dengan medsos dan tv berbagi  video yang lebih menarik lewat hp nontonya daripada lewat tv di ruang keluarga.