Yasin
dan tahlil baru saja selesai semua tamu mulai beranjak pergi, hari ini genap seratus hari suami tercintanya meninggal.Hati yang hancur sedikit demi sedikit mulai kuat tiga bukan menanti masa idah dari suaminya dan tiga bulan ini semakin bulatkan tekatnya untuk pulang kelampungnya.
Semua harus dijalani dengan hatinya yang mantap seperti ketika mulai bekerja membantu disebuah rumah gedongan di bilangan kota Jogja.
"Nduk tresna kuwi ora ndelok sugih mlarat pangkat derajat"kata ibu juragan kala tahu dirinya di sukai putra satu-satunya pengusaha batik itu.
"Saya, kulo namung kuli ndoro"jawabnya merendah kala itu.
"Kuwi, itu yang aku sukai padamu nduk aku ingin anakku itu bahagia hidupnya denganmu"jawab sang ibu juragan.
Semua seakan cepat berlalu sebagai istri juragan muda semua kehidupan sederhanamya tetap dilakoni.
Walau begitu semua orang yang bekerja mbatik di situ tetap menghormatinya dari babu jadi mantu.
Namun hatinya tetap gelisah karena senua ini membuatnya semakin terkungkung dalam gegap gempita hidup dikota Jogja.
"aku ingin pulang setelah seratus hari kangmas"tekadnya bulat.
Semua orang ingin mengantarnya sebagai bu juragan tetapi ditolaknya.