Sayyid jumianto
Ramadan kali ini sungguh membuat orang harus kreatif untuk menyikapinya, apalagi masa pandemi corona ini. Aktivitas full di masjid, mushola dan langgar harusnya penuh ceria berkumpul, tadarus bersama, suka cita habiskan malam ramadan dengan teman-teman seperti waktu normal dan seperti dulu kala tinggal kerinduan dalam hati ini.
Waktu memang telah berlalu, ini ramadan ke dua dalam masa pandemi korona yang mssih ada saja kreatifitas yang harus patuhi ptotokol kesehatan dari pasar sore, bagi takjil dan pelaksanaan sholat tarawih juga harus patuhi protokol kesehatan ini.
Gugah-gugah sahur
Apalagi gugah-gugah sahur dulu kita bebas bicara di Toa masjid untuk sekedar bangunlan orang sahur.
Sekarang harus berpikir dua kali karena sudah banyak alat elektronika yang bisa distel sedemikian rupa untuk bangunkan sahur kita
Bahkan tv, radio juga internet bisa temani kita sepanjang masa itulah mengapa Toa masjid sudah jarang dirindukan yang ada pada sibuk dengan gadget masing-masing.
Gugah-gugah sahur waktu keci saya demgan keliling kampung membawa alat seadanya spontan dari masjid atau mushola dengan alat pek bung (simbal, rebana, kentongan dan kendang)Â
Kita bernyanyi sesuka hati demi bangunkan untuk sahur tradisi ini mulai luntur ketika desa sudah jadi kota perlahan pasti karena sibuk cari uang banyak pemuda lupakan tradisi ini. Apalagi pandemi covid ini buat tradisi ini semakin tiarap adanya.
Ternyata tradisi ini masih ada di tetangga desa istriku Sumbersari, Moyudan, Sleman Yogyakarta.
Walau tak semeriah dulu tradisi "pek bung "ini masih dipelihara demi kerukinan bersana dan hiburan bagi anak-anak muda disana.