Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar dari Dilaporkanya Novel Baswedan

12 Februari 2021   09:28 Diperbarui: 12 Februari 2021   09:46 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belajar dari  dilaporkannya  Novel Baswedan


:Al_sayyid jumianto

Novel mentweet kritik atas kematian ustad M akhirnya dilaporkan adalah sebuah bentuk penikungan upaya presiden untuk membuka pintu kritik bagi pemerintahannya saat ini, masih banyak yang gunakan kesempatan untuk jatuhkan lawan dan bahkan lawan dengan alasan simpel mengkritisi penguasa saat ini monggo kita nilai!

Pembelaan membabi buta seakan masih nyata ingat bung kekuasaan hanya sementara, apakah harus menghoaxkan, menuduh ujaran kebencian pada seseorang dan kelompok yang kritis pada pemimpin negeri ini?.

Pertanyaan yang bisa jadi akhirnya berbalik pada diri kita dan itulah sebabnya kritik, kritisime, perbedaan pendapat, tidal setuju, ngeyel, dianggap kriminal di negeri ini.

 Sungguh hebatnya UU iTE seakan kembali nyata sama sebangun dengan pasal karet subversif di KUHP nggilani!

Suara burung gagak

Agaknya penguasa saat ini belum bisa tidur nyenyak karena arus bawah sudah bergejolak, mau muncul untuk menelan apa yang diatas, karen penimbunan, penekanan, penangkapan dan curiga berlebihan pada seseorang atau sekelompok organisasi  yang berupaya menikung dan merampas kekuasaan semakin buat susah tidur, walau suara kritis kampus, partai, dan ormas semakin tenggelam tetapi "sayembara kripik pedas"dari sang presiden sudah mulai ada yang respon dengan segala resiko membentur tembok kekuasaan saat ini dan hadapi hukum kekinian juga!

Samar-samar suara burung gagak bersautan bukan karena seiring betambahnya korban pandemi corona saat ini tetapi suara ini wakili matinya demokrasi di negeri ini, karena dulu kawan sekarang jadi lawan, dulu lawan akhirnya jadi kawan dan sentimen itu tetap ada ditengah di munculkannys sentimen sara oleh oknum-oknum tertentu seakan kaburlah iklim demokrasi saat ini.

Samar-samar burung gagak kelak akan antarkan kepergian apa yang dinamakan demokrasi  tanpa kompromi dan tanpa buka ruang komunikasi seakan nyata pertengan tahun kedua ini bisa jadi akan terjadi sebuah peristiwa ketidak percayaan rakyat karena kesewenangan penguasa saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun