Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tumbal [8] Rahasia yang terkuak

13 September 2020   20:19 Diperbarui: 13 September 2020   20:24 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tumbal [8] Rahasia yang terkuak

Buku harian bapak itu sungguh membantu kami  karena 55 tahun telah lewat semua tergerus waktu walau aku tahu  kepedihan itu tidak bisa hilang lekas begitu saja, salah tangkap, kehilangan orang tua yang di cintainya itulah yang membuat bapak kadang limbung dan tidak bisa menceritakan kepada orang lain dan sangat takutnya bapak untuk mencari tahu kemana kedua orang tuanya yang sengaja atau tidak sengaja terseret dalam pusaran perebutan kekuasaan dan peristiwa itu membekas didadanya.

"aku hanya sepotong gabus yang terbawa arus sungai, semua begitu indah adanya sampai gelap itu membuatku seakan buta  dan aku mencari matahari itu sampai kini beluma aku dapatkan" tulis  bapak mengenenag kedua orang tuanya yang sengaja atau tidak sengaja terciduk dan dianggap oelh para penguasa dan tentara ikut terlibat dalam pemberontakan  kiri  itulah yang  belum disadarinya karena usaha bapakpun kena imbasnya sebagaian bagunan gudang tembakau di bakar dan dijarah massa yang menentang  pemberontakan ini.

"semua jadi hampa dan seraa udara hilang mulut tercekat, dan saura hilang karena kenyataan di depan  mata bukan sebuah panggung sandiwara yang terpampang indah dengan melodramanya" keang bapak pada halaman  demi halaman buku harianya .

Drama yang tidak ada sudahnya tergenggam erat di hatinya yang dalam  tanpa penyeelasaian yang adil dan bijak dan hanya menyisakan dendam dan nestapa yang berkepanjangan itulah takdir yang coba di cari pelurusananya oleh bapak  kala itu.

Keceriaan yang terampas karena waktu dan tempat yang salah dan bukan alsan kalau anak seusia bapak begitu tertanam di benaknya rasa marah dan sedih yang bercampur dengan dendam dan kerinduan pada  kedua orang tuanya yang entah kemana mereka di bawa dengan truck  dan kemana itulah pertanyaan  bapak sampai sekarang belum terjawab ini bukan maslah perebutan kekuasaan yang di depan mata seorang anak kecil tetapi ini rasa kemanusiaan yang hilang rasa hati yang tidak bisa terungkapkan sampai kenyataan itu didepan mata.

"semua sudah berlalu dan gelapnya matahari ini tidak bisa tertembus oleh  cahaya apapun karena gelapnya ini bersumber pada hatiku  yang terdalam bukan pada mataku tetapi pada hati yang tersayat sembilu tanpa bisa terobati" tulis bapak di halaman berikutnya  pada buku harian ini.

"bapak memang nyata kak" aku  terlarut sedih dalam bingkai kata bapak

"tetapi ini nyata dik" jawab kakak padaku

Aku diam semua ini nyata dan apakah aku harus gembira untuk  mengerti atau aku harus sedih karena fakta bapaklah korban sesungguhnya peristiwa besar yang merenggut rasa kemanusiaan dan korban jiwa yang banyak di negeri itu benar tanpa di tutupi oleh bapak di buku harian ini karena menjadi korban kedua orang tuanya.

Nyata dan realistis karena buku sejarah telah mencatat betapa kekuasaan itulah pangkal tragedi Spetember kelam benar adanya, kekuasaan  dan menjadi penguasa  yang menghalalkan segala cara dalam mencapainya.

-------

Tumbal

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun