Kehidupan yang puitis (5) New normal semoga bukan slogan saja
:Alsayyid jumianto
Wabah, pandemi, atau bencana alam selalu ujungnya nestapa dan sedih. Wabah corona ini sungguh memukul dunia kesehatan tetapi juga ekonomi, politik, hukum juga pertahanan keananan suatu negeri tak terkecuali disini republik tercinta ini. Wong cilik yang terlupa, ketika bantuan mengalir bermacam bentuknya tetap saja masih ada yang kesingsal atau terlewatkan itu sudah jamak. Bansos, BLT, dalam bentuk apapun tujuannya untuk wong cilik atau rakyat seperti yang selalu digembar-gemborkan waktu kampanye ketika ditagih sepertinya semua hilang ingatan, biasa, apalagi ditengah pandemi, psbb, pengetan wilayah masih banyak rakyat yang terlewatkan adalah nyata juga!
New normal bukan normal new life
Bukan salah kaprah atau salah dengarkah kita nanti akan ada situasi hidup normal baru atau baru normal bila corona hilang?
Pertanyaan yang jawabnya sepele besok yang mburuh tetap buruh, yang guru tetap guru, yang polisi tetap polisi, yang tentara tetap tentara, yang dagang tetap dagang, yang ASN tetap ASN, yang nganggur tetap nganggur, yang jadi menteri belum tentu jadi menteri lagi apalagi kelak yang jadi presiden juga belum tentu jadi lagi apalagi gubernur, bupati demikian juga walikota.
Beda yang ustad tetap ustadz, nelayan tetap nelayan petani tetap petani
Yo mbuh tidak mau tahu tentang new normal baru adalah nyata, kuncinya penuhi kebutuhan mereka adalah nyata (yang bela wong cilik) pada kemana kelak bila sudah normal kehudupan atau baru sibuk apa nunggu situasi baru normal dulu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H